SLAWI, radartegal.id - Masyarakat Tegal mengenal tradisi moci, yajni meminum teh dengan menggunakan poci berbahan tanah liat. Saking lekatnya tradisi ini, di Tegal ada tugu Teh Poci yang menjadi salah satu ikon daerah tersebut.
Kota Tegal terkenal dengan aroma teh yang semerbak dimana-mana. Hal ini dikarena kota yang pernah mendapati julukan sebagai Jepangnya Indonesia ini memiliki beberapa pabrik teh. Bahkan beberapa perusahaan teh termasyhur di Indonesia merintis bisnisnya di Tegal.
Teh, tanaman yang di daerah bersuhu sejuk dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl ini merupakan tanaman yang tidak hanya menjadi sebuah bakal produk minuman, tetapi juga menjadi bakal pembentuk kebudayaan masyarakat, salah satunya adalah masyarakat Tegal.
BACA JUGA: Menarik! Ini Sejarah Tugu Poci sebagai Ikon Kabupaten Tegal
Teh Poci adalah budaya dari masyarakat daerah Tegal, wilayah pesisir pantai utara yang masuk wilayah provinsi Jawa Tengah. Teh yang diminum adalah teh asli dengan penyajian di teko poci yang terbuat dari tanah liat, dan memakai gula batu, selain itu ada juga variasi yang ditambah perasan jeruk nipis ataupun susu.
Fakta menarik Tugu Teh Poci Tegal
Budaya "moci"
Perkembangan Teh Poci di Tegal menciptakan sebuah budaya bagi masyarakatnya yang dikenal dengan nama “moci”. Tradisi minum teh ala masyarakat Tegal ini bahkan lebih kental dengan kota-kota lain di sepanjang pesisir utara Jawa Tengah.
Bagi masyarakat tegal dan sekitarnya teh telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari mereka. Saking lekatnya tradisi itu, di sana ada ungkapan “Jangan mengaku orang asli Tegal bila tidak suka minum teh”.
BACA JUGA: Mengenal 4 Tradisi Unik di Tegal, Salah Satunya Minum Teh Poci saat Prosesi Pernikahan
Mempunyai nilai filosofis
Di samping budayanya yang kental, ternyata teh poci punya nilai filosofisnya sendiri. Teh poci punya ciri khas yaitu teh di dalam poci yang rasanya pahit dituangkan ke dalam poci berisi gula batu. Tetapi gula ini tidak boleh diaduk melainkan dibiarkan larut dengan sendirinya.
Cara penyajian teh dengan cara itu memiliki nilai filosofis yaitu, kehidupan memang terasa pahit di awal. Namun bila kita sanggup bersabar, kehidupan yang awalnya terasa pahit itu lambat laun pada akhirnya pasti akan berbuah rasa manis.
Sudah ada sejak abad ke-17