RADAR TEGAL - Pro kontra film Vina sebelum 7 hari menjadi booming akhir-akhir ini, sebuah film dengan kejadian nyata yang disebabkan terbunuhnya seorang perempuan oleh geng motor di Cirebon.
Diklaim sebagai film ‘biopik’, film tersebut mengangkat kasus nyata pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang perempuan berusia 16 tahun pada tahun 2016. Pro kontra kejadian ini memberikan statment berbeda dalam masyarakat.
Film yang disutradarai oleh Anggy Umbara ini telah menuai pro dan kontra sejak pertama kali kabar produksinya beredar. Banyak yang menilai bahwa film ‘ Vina: Sebelum 7 Hari’ tidak etis untuk diproduksi dan ditayangkan.
BACA JUGA: Perjuangan Mencari Keadilan Melalui Film Vina: Sebelum 7 Hari, Hotman Paris ikut Turun Tangan
Khususnya karena film Vina tersebut menggunakan kasus nyata pemerkosaan dan femisida secara komersial dan eksplisit, tanpa menyamarkan identitas korban. Bahkan banyak masyarakat menganggap film ini mengingatkan luka lama pada pihak keluarga.
Pro dan kontra Film Vina: Sebelum 7 Hari
Filmmaker dan kritikus film Nosa Normanda menilai, film ‘ Vina: Sebelum 7 Hari’ adalah jenis film yang ‘menjebak’ pada berbagai aspek. Karena jebakan ini, pada akhirnya, film tersebut tetap bisa lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF) dan tayang di bioskop, meski tidak etis dalam hal muatannya.
“Kalau kita tahu itu horor (fiksi) dan itu nggak biopik kan, ya udah, orang nonton horor,” kata Nosa saat diwawancarai Konde.co, Selasa (14/5/2024). “(Adegan) Perkosaannya, perkosaan ‘bohong-bohongan’. Kan, orang mikirnya gitu. Tapi begitu jadi biopik, aduh! Masalah besar.”
BACA JUGA: Pro dan Kontra Penayangan Film Vina: Sebelum 7 Hari, Benarkah Ajang Mencari Keuntungan?
Menurut Nosa, ironisnya, tidak ada aturan yang dilanggar ‘ Vina: Sebelum 7 Hari’ karena memang tidak ada aturannya. Jika mengesampingkan aspek etika terhadap korban kekerasan seksual, secara komponen film, ia memang bisa-bisa saja lolos sensor dari LSF.
Maka dari itu, film ini tidak menghadapi rintangan berarti untuk tayang di layar lebar.
“Karena dia bisa… Dia nggak ada yang ngehalang-halang. Nggak ada aturan dilanggar, sesuai dengan LSF juga, tembus,” tukas Nosa. “Adegan perkosaannya juga ‘aman’, kalau itu film fiksi, itu ‘aman’: nggak ada telanjangnya. Nggak ada satu shot di mana dua aktor itu pegang-pegangan di kanan-kiri, nggak ada.”
Ada banyak hal yang mengkhawatirkan dari penayangan film ‘ Vina: Sebelum 7 Hari’. Bukan hanya reviktimisasi terhadap korban kasus pemerkosaan itu dan memicu trauma korban kekerasan seksual lainnya. Masalah lainnya adalah ragam cara penonton memperlakukan film tersebut.
BACA JUGA: Ayah Eki Angkat Bicara Soal Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Minta Warga Tak Berasumsi Liar
Beragam statment bermunculkan untuk film ini, hal ini diperpanjang dengan keberadaan penonton di bawah umur, meski film dilabeli batasan usia penonton 17 tahun ke atas. Hal ini sulit bisa sepenuhnya dihindari.