Biasanya lingga sejati tersusun dari urutan paling bawah, yaitu brahmabhaga (kaki Dewa Siwa), wisnubhaga ( bagian silindris bersegi 8 yang melambangkan mata, wajah, tangan Dewa Siwa), dan siwabhaga (1000 kepala Dewa Siwa).
Sementara itu, lingga semu bentuknya mulus tanpa wisnubhaga dan hanya digunakan sebagai patok atau pembatas area di sebuah candi, kemuncak candi, atau bahkan tempat menulis prasasti.
BACA JUGA:6 Misteri dan Mitos Candi Cetho, Pesona Mistis yang Memikat di Jawa Tengah
4. Dianggap sebagai pencegah banjir bandang
Menurut juru pelihara Candi Sari, rencana penggalian lebih lanjut di bawah candi tersebut dibatalkan karena khawatir akan terjadi banjir bandang yang menenggelamkan desa-desa sekitar. Penyebabnya, di area bukit bawah candi, ada banyak mata air yang dimanfaatkan warga.
Bahkan, hingga kini masih ada tradisi memotong kepala kambing untuk ditanam di sumber air guna mencegah bencana banjir. Karena itu, mereka percaya bahwa jika Candi Sari dicabut atau digali dari bukitnya akan terjadi bencana tersebut.
Hal ini memiliki kemiripan dengan legenda Rawa Pening, yaitu begitu lidi yang telah ditancapkan di tanah dicabut, memancarlah mata air yang menenggelamkan desa. Dalam hal ini, Candi Sari diibaratkan sebagai lidinya.
Demikian, informasi mengenai Candi Sari yang tidak jadi dilanjutkan ekskavasinya. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin tahu tentang wisata sejarah di Indonesia, terutama peninggalan kerajaan kuno zaman dulu berupa candi.***