RADARTEGAL.DISWAY.ID -Suku Tengger, penduduk asli yang tinggal di kawasan Pegunungan Semeru Tengger, Bromo terletak di Jawa Timur. Tepatnya menetap area Taman Nasional Semeru Tengger Bromo, kemudian dalam perkembangannya suku Tengger ini dikenal sebagai Wong Tengger, Wong Bromo atau Orang Bromo.
Masyarakat suku Tengger tidak hanya tinggal dalam kawasan pegunungan saja, ternyata suku ini telah menyebar ke beberapa daerah disekitarnya . Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan adalah beberapa daerah yang sebagian penduduknya mayoritas suku Tengger
Gaya hidup khas suku Tengger yang berbeda dan tidak biasa membuat semua orang penasaran.Kearifan budaya lokal suku Tengger terbentuk yang diduga dahulu berasal keturunan pengungsi Kerajaan Majapahit.
Mereka keturunan kerajaan Majapahit membuat kebudayaan, bahasa sendiri, gaya hidup hingga kepercayaan lain. Bahkan mereka juga memiliki sistem penanggalan sendiri yang disebut sistem penanggalan tahun saka. Hal itu membedakan dari masyarakat Jawa Timur pada umumnya begitu unik dan khas
Bahasa Suku Tengger
Salah satu kearifan budaya lokal suku Tengger yang menarik adalah bahasa Jawa-Tengger. Gaya bahasa Jawa-Tengger berbeda dari bahasa Jawa pada umumnya. Meski mereka memakai Jawa ngoko maupun kromo tetapi lebih condong ke bahasa Kawi yang terlihat penggunaan ingsun untuk aku perempuan atau eyang panggilan laki-laki
Bahasa Kawi dalam hal ini adalah bahasa Jawa kuno yang diduga dipakai komunikasi sehari-hari khas Tengger. Bahasa Kawi tersebut diyakini sebagai bahasa dan dialek asli masyarakat Majapahit di masa lalu.
Rumah Adat Suku Tengger
Tidak hanya bahasa Kawi saja yang jadikan budaya lokal yang dipertahankan sampai kini. Rumah adat pun masih dapat dijumpai di sini terutama lereng gunung Bromo melansir probolinggokab.go.id terbuat dari kayu.
Rumat adat Suku Tengger berbeda dalam proses pembangunannya lebih alami menyesuaikan alam sekitar nyaman untuk ditempati.Model rumah tidak berbentuk rumah tingkat atau panggung dengan ciri khas dua jendela.
Sistem Penanggalan Tahun Saka
Hal menarik dari kearifan budaya lokal suku Tengger terletak pada sistem penanggalan tahun Saka. Mengaku sebagai keturunan Kerajaan Majapahit, mereka tidak saja memilikii gaya bahasa sediri. Sistem penanggalan pun juga berbeda dari suku Jawa di Jawa Timur yaitu sistem penanggalan tahun Saka.
BACA JUGA:Mengungkap 5 Misteri dan Mitos Jembatan Suramadu, Pekerja Korea Terlibat dalam Pembangunan?
Sistem penanggalan yang mengadopsi penanggalan Hindu yang mirip tradisional Jawa maupun Bali. Dari 12 penanggalan Kasa ada Karo, Katiga, Kasanga, Kasadha hingga Dhesta.
Kebiasaan Pakai Sarung Tenun Goyor
Fakta unik suku Tengger tidak kalah menarik kebiasaan memakai kain sarung tenun goyor. Gendong diartikan bahwa kain tenun goyor digunakan untuk menggendong anak atau membawa suatu barang.
Sembong dalam makna mengikut perut, sedangkan Kaweng memiliki arti menghangatkan tubuh. Adalah beberapa fungsi dari sarung yang biasa dipakai wong Tengger dengan alasan bahan halus, tidak kaku dan terkesan jatuh.
Penggunaan sarung dalam masyarakat Tengger seolah sudah menjadi peraturan tidak tertulis. Peraturan yang wajib dipatuhi oleh setiap masyarakat Tengger baik tua,muda, laki-laki dan perempuan
Motf sarung beragam dan cara menggunakannya berbeda-beda kemudian jenis tenun biasanya adalah tenun goyor.Bentuk geometris seperti bujur sangkar, belah ketupat dan lingkaran selanjutnya motif bunga hingga daun.
Alasan Suku Tengger bukan pengganti jaket mengusir hawa dingin saja yang selalu menyelimuti kawasan Gunung Bromo. Kemudian juga kebiasaan yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi sekaligus identitas suku Tengger.
Demikian tadi ulasan singkat mengenai kearifan budaya lokal suku Tengger yang masih eksis sampai saat ini. Bahasa Tengger kemudian juga kebiasaan memakai sarung di kalangan masyarakat yang memicu beragam mitos terkait sarung yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.*