Lindungi Nasabahnya, BNI Perkuat Literasi Digital untuk Tangkis Kejahatan Siber

Sabtu 20-08-2022,20:17 WIB
Reporter : Zuhlifar Arrisandy
Editor : Zuhlifar Arrisandy

JAKARTA, radartegal.com - Potensi ekonomi digital  Indonesia merupakan salah satu penyokong pertumbuhan perekonomian  di tahun-tahun yang akan datang. Meski begitu, potensialnya ekonomi digital ini juga rentan dengan kejahatan-kejahatan siber.

Itulah sebabnya, diperlukan peningkatan literasi digital masyarakat untuk mengantisipasi, mencegah, dan meminimalisasi kejahatan berbasis digital atau online. Apalagi,  Indonesia sebagaimana data  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai  55 juta pekerja profesional (skilled workers).

Jumlah itu diperkirakan akan naik pesat menjadi 113 juta pada 2030 nanti. Kondisi ini didukung tren pengguna internet di Tanah Air yang tumbuh 52,68% year on year (yoy) menjadi 202 juta orang pada Januari 2021 lalu.

Ironisnya, OJK justru mengungkapkan tingkat inklusi keuangan Indonesia baru ada di level 76,9% pada 2019 lalu. Tingkat literasi keuangan pun masih relatif rendah yakni 38,03%, serta indeks literasi digitalnya yang hanya 3,49%.

Menurut Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas VM Tarihoran, inovasi di era keuangan digital membuat potensi perekonomian menjadi lebih terbuka. Tetapi semua pihak harus mewaspadai risiko keamanan siber yang juga terus terbuka, karena  masih rendahnya literasi digital masyarakat di Tanah Air.

“Ada sekitar 38% masyarakat yang sudah mengakses produk keuangan, tapi rentan diserang  kejahatan siber,” katanya.

Horas mengingatkan literasi keuangan tidak bisa ditingkatkan hanya oleh OJK. Ditegaskannya, perlu peran aktif sektor jasa keuangan termasuk perbankan.

Data OJK menyebutkan dari sekitar 3.100 lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK, baru 40% yang telah melakukan kegiatan edukasi minimal sekali dalam setahun.

“Bank–bank besar seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melakukan kegiatan edukasi sudah lebih dari sekali. Saya berterima kasih juga dengan kawan–kawan perbankan. Apalagi inklusi keuangan kita 73% ada di perbankan, maka wajar kalau kawan-kawan di perbankan yang melakukan kegiatan literasi,” ujar Horas.

Sementara itu Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Goenawan, mengungkapkan BNI telah bersinergi dengan regulator. Baik OJK maupun Bank Indonesia (BI) untuk memastikan penerapan perlindungan konsumen.

Diakuinya literasi keuangan merupakan garda utama perlindungan data konsumen.  “Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan, tapi paling utama dari pemilik data sendiri untuk menjaganya."

"User sebagai pemilik data adalah setiap orang yang menggunakan produk, sehingga literasinya harus ditingkatkan seiring kenaikan inklusi,” ucap Rayendra.

Terkait perlindungan nasabahnya, rinci Rayendra, BNI menyiapkan sejumlah langkah-langkah strategis. Di antaranya menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasional 24 jam seminggu.

Nasabah bank pelat merah itu bisa menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email ke bnicall@bni.co.id, atau datang langsung ke kantor cabang BNI terdekat. Tidak hanya itu,  BNI juga memiliki unit untuk memantau transaksi dan menerima laporan pengaduan nasabah 24 jam dalam 7 hari.

Selain itu, BNI menjalankan fungsi fraud detection untuk mendeteksi aktivitas fraud secara real time serta  mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis BI. Bye Laws adalah pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening dan pengembalian dana nasabah jika terjadi indikasi tindak pidana.

Kategori :