Sawo Tegalsari

Minggu 02-01-2022,07:55 WIB

Anda pun kini bisa menghubungkan sendiri mengapa ada joglo khusus nun di Tegalsari.

Tapi tidak sesederhana itu. Lebih dari itu. Selama di Tegalsari itulah Pakubuwono menyusun kekuatan. Untuk kembali merebut kekuasaan di Solo. Berhasil. Pakubuwono kembali berkuasa di Solo.

Para pengikut Kasan Besari-lah yang membantu Pakubuwono.

Sang raja tahu balas budi. Pakubuwono menganugerahkan jabatan bupati ke kiai Kasan Besari: ditolak.

Masih ada dua kehormatan lagi yang diberikan ke Kiai Kasan Besari. Dua-duanya diterima.

Pertama, Pakubuwono II memberikan tanah perdikan di Tegalsari. Melebihi hak milik. Tidak perlu membayar pajak.

Kedua, putri Pakubuwono II, diserahkan ke kiai untuk dijadikan istri.

Joglo itu adalah hadiah perkawinan putrinya tersebut.

Setelah itu banyak perubahan terjadi.

Setelah Pakubuwono pulang dari Tegalsari, Keraton Solo tidak lagi mengundang guru. Kebiasaan lama dihapus. Selama itu para pangeran dan putri dididik di dalam keraton. Yakni di keputran (bagi laki-laki) dan di keputren (bagi yang wanita). Guru, ustad, dan pendekar didatangkan ke keraton untuk mengajar.

Sejak berkuasa kembali itu, Pakubuwono II memilih mengirim para pangeran ke Tegalsari. Belajar di sana. Tinggal di sana. Termasuk pelajaran bela diri —seperti pencak silat.

Mereka mondok —tidak pulang pergi.

Maka praktik belajar di Tegalsari pun ikut berubah.

Selama itu yang belajar di sana hanyalah anak-anak dari kampung setempat. Selesai pelajaran mereka pulang ke rumah masing-masing. Tidak perlu mondok.

Sejak para pangeran Solo mondok di Tegalsari, mulailah ada pondok. Tempat mondok. Kian terkenal. Tidak lagi hanya pangeran dari Solo, tapi juga dari Yogya. Bahkan juga anak-anak bangsawan lain dari luar keraton.

Gus Miftah —kiai muda yang bulan lalu mengajak Nikita Mirzani ke pondok Bina Insan Mulia Cirebon— adalah keturunan langsung Kasan Besari Tegalsari.

Tags :
Kategori :

Terkait