Sejak itu Pertamina punya penghasilan bagus dari situ. Sangat menguntungkan. Lalu akan diperluas menjadi naik 30 persennya. Perluasan inilah yang tidak kunjung jalan. Yang membuat Presiden marah.
Proyek kedua di situ adalah New Olefin. Yang mencakup pembangunan Naphtha Cracker. Termasuk unit-unit downstream-nya. Di dalamnya ada produk Polyethylene (PE). Besar sekali: 1 juta ton per tahun. Juga Polypropylene (PP): 600 ribu ton per tahun.
Ini rencana yang luar biasa. Proyek kedua ini ditargetkan rampung pada 2024. Berarti juga tidak mungkin tercapai.
Dua proyek itu akan menghasilkan 'limbah besar sekali. Yang produknya bisa menjadi bahan baku Elpiji. Dalam jumlah sangat besar. Anda sudah tahu manfaat elpiji bagi Anda atau istri Anda. Dan juga bagi negara.
Proyek baru itu sebenarnya sudah cukup lama juga direncanakan. Hanya saja restrukturisasi kepemilikan lamanya sangat rumit. Itulah sebabnya
Pertamina, zaman itu, mengambil alih dulu semua kepemilikan di proyek itu.
Maka datanglah raksasa Rosneft. Di awal pemerintahan Presiden Jokowi. Di masa menteri BUMN Rini Suwandi.
Media memberitakannya secara luas: bangga, Indonesia diminati investor raksasa kelas dunia. Yang akan menanam investasi sampai Rp 160 triliun.
Sebenarnya pemberitaan itu berlebihan. Tapi kita senang. Kita sangat bangga: segera punya proyek Petrokimia raksasa.
Kalau mau kritis, sebenarnya, yang diberitakan selama itu baru tingkat MoU. Baru kesepakatan yang tidak mengikat secara hukum.
Tapi kesannya Rosneft sudah jadi investornya. Setahu saya —yang sudah lama tidak banyak tahu lagi itu— belum pernah ada perjanjian investasi. Bahkan tahap HoA pun belum: Head of Agreement.
Sebuah perjanjian memang tidak harus didahului dengan HoA. Tapi sering terjadi, di antara tahap MoU dan tahap agreement ada tahap HoA.
Saya termasuk yang tidak suka pakai tahap HoA. Lebih baik langsung agreement atau tidak sama sekali.
Apalagi MoUb: hampir tidak ada gunanya —kecuali secara politis.
Apa yang akan dilakukan komisaris dan direksi Pertamina setelah presiden marah seperti itu?
Masih banyak. Dan sulit. Pertama, harus mempercepat negosiasi dengan perusahaan Rusia itu.