Pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dianggap tidak layak menggunakan dan dibiayai anggaran dari APBN. Penilaian itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, Selasa (16/11)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya berencana menggelontorkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi PT Kereta Api Indonesia, karena ada pembengkakan anggaran.
Politisi Partai Gerindra ini mengungkapkan PMN kepada KAI itu sebesar Rp4,3 triliun. Dana tersebut akan diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2021.
Awalnya proyek tersebut diperhitungkan membutuhkan biaya Rp86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp114,24 triliun alias membengkak Rp27,09 triliun.
“PMN itu artinya negara menginvestasikan sejumlah uang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Namun, bila balik modalnya membutuhkan waktu yang lama maka disebut tidak layak investasi," tegas Heri dikutip laman resmi DPR RI, Selasa (16/11).
Bahkan, proyek ini diperkirakan baru bisa balik modal selama 139 tahun. Ia menjelaskan, harga tiket KCJB diperkirakan antara Rp250 ribu hingga Rp350 ribu.
Angka itu akan menyulitkan KCJB bersaing dengan moda transportasi lainya, seperti armada travel, bus, dan kendaraan pribadi.
Faktor lainnya, KCJB dianggap kurang ekonomis karena stasiun terakhir terletak di pinggiran Kota Bandung yakni stasiun Tegalluar. Sehingga, penumpang masih harus berganti moda transportasi untuk menuju ke tengah kota.
Belum lagi, sambungnya, ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur. Itu akan mengurangi mobilitas warga Bandung ke Jakarta.
"Itulah beberapa kondisi yang menyebabkan KCJB tidak layak didanai oleh APBN," tandasnya. (khf/zul)