Pemerintah Tolak Bahas RUU Pemilu, HNW: Pilkada 2022 dan 2023 Harus Dilaksanakan seperti 2020 saat Covid-19

Selasa 02-02-2021,07:00 WIB

Dari sisi teknis Willy menjelaskan, pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024 juga terlalu berisiko karena penggabungan Pemilu dan Pilpres 2019 harus menjadi pelajaran penting.

Dia menilai, jangan sampai kekacauan dan korban jiwa yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya terulang dan menjadi lebih parah akibat tidak mau mengambil pelajaran tersebut.

Terpisah, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta seluruh fraksi di DPR dan pemerintah membuat kebijakan yang objektif terkait jadwal Pilkada 2022 dan 2023 yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

Dia menilai pelaksanaan pilkada yang semestinya dilaksanakan pada 2022 dan 2023, harus tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga tidak perlu diundur ke 2024 yang akan dibuat serentak dengan Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg).

HNW menjelaskan, pelaksanaan pilkada sesuai jadwalnya yaitu pada 2022 dan 2023, merupakan bentuk keadilan seperti Pilkada 2020 tetap terselenggara meskipun COVID-19 masih menyebar.

Menurut dia, pelaksanaan Pilkada tahun 2022 dan 2023 juga akan berguna untuk menjaga stabilitas politik dan meminimalisir gangguan keamanan yang semakin menumpuk terhadap penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) serentak bila pilkada digabungkan.

"Pemerintah dan DPR perlu belajar dari pengalaman Pemilu 2019 di mana pileg dan pilpres digabungkan, malah menghadirkan korban ratusan KPPS yang meninggal," katanya.

Dia menilai, penggabungan itu juga menyebabkan rakyat tidak fokus memilih anggota DPR/DPRD, karena fokusnya hanya kepada pilpres sehingga bisa dibayangkan kerawanan keamanan dan potensi tidak berkualitasnya ratusan pilkada bila digabungkan juga dengan pilpres.

HNW mengkritisi alasan Pemerintah yang berencana menunda Pilkada 2022 dan 2023, dilaksanakan serentak pada 2024 bersama dengan pilpres dan pileg, karena alasan stabilitas politik dan keamanan.

Sebelumnya, ramai diberitakan, jika Jokowi tetap menginginkan pelaksanaan Pilkada pada 2024 mendatang. Alasannya, aturan yang baru disahkan pada 2017 lalu masih banyak yang belum diterapkan.

Terlebih, kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai menjadi salah satu pertimbangan. Merumuskan bagaimana bangsa bisa keluar dari pagebluk ini dianggap lebih penting ketimbang merevisi RUU Pemilu.

Tolak Lewat Kemendagri

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menyikapi adanya usulan Revisi Undang-Undang Pemilu. Dijelaskan Bahtiar, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota merupakan perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015.

Dalam perubahan tersebut, di antaranya mengamanatkan perubahan keserentakan nasional yang semula dilaksanakan pada 2020 menjadi 2024. Perubahan tersebut, bukanlah tanpa dasar, melainkan telah disesuaikan dengan alasan yuridis, filosofis, hingga sosiologis.

“Nah oleh karenanya, kami berpendapat bahwa UU ini mestinya dijalankan dulu, tentu ada alasan-alasan filosofis, ada alasan-alasan yuridis, ada alasan sosiologis, dan ada tujuan yang hendak dicapai mengapa Pilkada diserentakkan di tahun 2024,” kata Bahtiar.

Oleh karenanya, mestinya pelaksanaan pemilihan kepala daerah tetap sesuai dengan UU yang ada. Yaitu dilaksanakan serentak di seluruh wilayah negara indonesia pada 2024.

Tags :
Kategori :

Terkait