Mantan pemimimpin Jamaah Islamiyah (JI) asal Indonesia, Hambali serta dua warga Malaysia, akan segera menghadapi persidangan. Ketiganya telah kurang lebih 15 tahun mendekam di penjara militer Amerika Serikat di Teluk Guantanamo.
Seperti dikutip dari AFP, Jumat (22/1), pengadilan militer Amerika Serikat mengajukan dakwaan terhadap Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali itu, terkait Bom Bali 2002 dan Hotel JW Marriott, Jakarta 2003 silam.
Departemen Pertahanan AS menyebutkan, dakwaan pertama ditujukan kepada Riduan Isamuddin alias Hambali, pemimpin organisasi yang diyakini sebagai perpanjangan tangan Al Qaeda di kawasan Asia Tenggara itu.
Jamaah Islamiyah dituduh melakukan pengeboman di klub Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Satu serangan lagi terjadi pada 5 Agustus 2003 di Hotel JW Marriott, Jakarta, menewaskan 12 orang dan melukai puluhan lainnya.
Dakwaan selanjutnya ditujukan kepada dua warga Malaysia, Mohammed Nazir Lep dan Mohammed Farik Amin, yang merupakan pembantu Hambali di Jamaah Islamiyah. Dokumen militer AS menyebutkan, mereka menjalani pelatihan oleh Al Qaeda.
"Tuduhan tersebut termasuk konspirasi, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dengan sengaja menyebabkan luka serius, terorisme, menyerang warga sipil, menyerang objek sipil, perusakan properti, semuanya melanggar hukum perang," bunyi pernyataan Pentagon.
Tidak dijelaskan mengapa tuntutan yang sempat tertunda bertahun-tahun ini baru diumumkan pada Kamis (21/1/2021) atau sehari setelah pelantikan Joe Biden.
Jaksa militer AS pada 2016 menolak permintaan Hambali agar dibebaskan dari Guantanamo. Alasannya, Hambali masih membahayakan dan berpotensi memberikan ancaman signifikan bagi keamanan Amerika Serikat.
Dapat diketahui, pria kelahiran 1964 itu disebut mulai mengenal gerakan ekstremisme sejak merantau ke Malaysia secara ilegal pada pertengahan 1982 setelah lulus SMA.
Selama menetap di Selangor, Malaysia, Encep mengubah namanya menjadi Riduan Isamuddin. Dia bekerja serabutan mulai menjual ayam di pasar, menjual peci, buku agama, hingga bekerja di kedai roti canai.
Saat berada di Malaysia itu dia mengenal sejumlah orang yang memperkenalkan dirinya terhadap gerakan jihad, seperti Abdullah Sungkar. Encep lalu berangkat ke Afghanistan pada 1986 untuk berperang melawan Uni Soviet.
Di sana Encep menggunakan nama samaran Hambali. Nama itu digunakan ketika bergabung sebagai kombatan di perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Setelah bertempur di Afghanistan, Hambali pulang ke Malaysia pada 1988.
Pada 1990, Hambali pergi ke Tawi-Tawi dan Mindanao, selatan Filipina, untuk berdakwah dan memperdalam agama. Hingga kini, wilayah di selatan Filipina itu merupakan basis kelompok milisi dan separatis.
Di Filipina, Hambali bertemu dengan pemimpin kelompok militan seperti Front Pembebasan Rakyat Moro (MILF) hingga orang-orang Al Qaidah. Di sana, ia mulai bergabung dengan Jemaah Islamiyah.
Sekitar 1998, pemimpin Al-Qaidah saat itu, Osama bin Laden, menerbitkan Fatwa 98 yang mengajak seluruh sel-sel jihad menjadikan AS dan sekutunya sebagai target.