Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus, dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, USD 680 ribu dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi USD 2,3 juta dan 477 ribu Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Suap tersebut diduga merupakan bagian dari komisi Soetikno atas keberhasilannya membantu tercapainya kontrak pengadaan pesawat serta mesin pesawat antara PT Garuda Indonesia dengan Airbus, Rolls-Royce, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Atas perbuatannya, Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ia juga disangkakan melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (riz/gw/zul/fin)