Berdasarkan survei nasional yang diinisiasi lembaga indikator saat pandemi Covid-19 mencatat 55 persen masyarakat di Tanah Air semakin sulit mencari makan.
Survei dilakukan sejak bulan Maret hingga Juli 2020. Dari bulan tersebut masing-masing berbeda penilaian. Pada Maret 2020, sebagian masyarakat menyebutkan ekonomi sedang sangat sulit. Sementara pada Mei 2020, sebanyak 81 persen responen menilai ekonomi sulit.
Kemudian, pada Juli 2020 lalu sebanyak 69,2 persen respon menilai ekonomi sedang sulit, dan setelah beragam terobosan pemerintah, sebanyak 65,3 persen responden menilai bahwa ekonomi Indonesia masih dalam fase sangat sulit.
“Mayoritas responden (lebih dari 50 persen) masih menilai (ekonomi) gelap gulita. Namun trennya lebih baik dari Mei (2020),” ujar Burhanuddin dalam rilis Survei Nasional Mitigasi Dampak Covid-19, kemarin (18/10).
Survei ini juga mencatat, akibat kondisi ini sebanyak 55 persen responden melaporkan mereka menjadi kesulitan makan. Selanjutnya, mengalami kesulitan membayar biaya sekolah (12,3 persen), kesulitan membeli kuota internet untuk sekolah (11,5), kesulitan mencicil rumah (2,9 persen) hingga kehilangan pekerjaan (11,9 persen)
Sementara jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan beban terbesar memburuknya ekonomi diderita masyarakat dengan pendidikan SLTP dan SD. Dua kelompok masyarakat ini menyebutkan ekonomi mereka semakin sulit lebih dari 70 persen. Perinciannya dengan latar pendidikan SD sebanyak 72,4 persen, dan SLTP sebanyak 76,2 persen.
Sedangkan masyarakat dengan latar pendidikan SLTA mengalami kesulitan ekonomi di rumah tangganya sebanyak 66,9 persen responden. Sedangkan dengan latar pendidikan kuliah ke atas hanya 38 persen yang menyebutkan perlambatan pendapatan.
“Lebih dari separuh warga yang ekonomi turun, menyebutkan makan saja susah,” paparnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 mencapai 26,42 juta orang, bertambah 1,63 juta orang dibandingkan September 2019 atau 1,28 juta orang dibandingkan Maret 2019. Kenaikan penduduk miskin ini diakibatkan pelemahan ekonomi karena pandemi Covid-19.
"Kenaikan kemiskinan terjadi karena pendapatan seluruh lapisan masyarakat mengalami penurunan, dan dampaknya paling dalam kepada masyarakat menengah bawah," ujar Kepala BPS, Suhariyanto.
Bank Dunia menyebutkan akibat pandemi Covid-19 sekitar 38 juta orang dapat terjerumus ke kemiskinan ekstrem. Hasil penelitian tersebut tertuang dalam Laporan Terbaru Bank Dunia tentang Perekonomian di Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober 2020.
"Guncangan Covid-19 tidak hanya membuat orang tetap miskin, tetapi juga menciptakan kelas 'orang miskin baru'. Jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan di wilayah tersebut diperkirakan akan meningkat sebanyak 38 juta pada tahun 2020," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa. (din/zul/fin)