Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik rencana pengadaan mobil dinas senilai miliaran rupiah bagi pimpinan, pegawai, dan pejabat struktural Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga pemantau tindak pidana korupsi tersebut menilai pengadaan mobil dinas telah menggerus nilai kesederhanaan yang selama ini dijunjung KPK.
"KPK pada dasarnya dilahirkan dengan semangat pemberantasan korupsi serta menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, salah satunya kesederhanaan. Namun, seiring berjalannya waktu, nilai itu semakin pudar. Terutama di era kepemimpinan Firli Bahuri," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis (15/10).
Ia mengungkapkan, ICW setidaknya mencatat terdapat dua momen yang menunjukkan keserakahan Pimpinan KPK Jilid V. Pertama, tetap melanjutkan pembahasan gaji pimpinan dan kedua, mengusulkan anggaran pembelian mobil dinas.
Sejatinya, menurut Kurnia, praktik hedonisme semacam ini tak lagi mengagetkan. Pasalnya, kata dia, Firli Bahuri selaku Ketua KPK telah menunjukkan sisi hedonisme kala menggunakan transportasi mewah berupa helikopter untuk kepentingan pribadi beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, semestinya Pimpinan KPK memahami dan peka akan kondisi Indonesia yang tengah dilanda Covid-19 dan berakibat pada melemahnya ekonomi masyarakat. Sehingga, menurutnya, penganggaran mobil dinas untuk pembelian mobil dinas dirasa tidak etis dalam situasi seperti ini.
"Di luar dari itu, sampai saat ini tidak ada prestasi mencolok yang diperlihatkan oleh KPK, baik Pimpinan maupun Dewan Pengawas itu sendiri. Harusnya, penambahan fasilitas dapat diikuti dengan performa kerja yang maksimal," tegas Kurnia.
Terpisah, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai pengadaan fasilitas mobil dinas bagi Pimpinan KPK jilid V tidak memiliki urgensi. Lagipula, menurutnya, fasilitas mobil dinas tidak berpengaruh secara langsung dengan kinerja KPK dalam memberantas korupsi.
"Enggak ada kaitan langsung dengan kinerja pimpinan misalnya OTT dan kinerja lain. Saya naik Innova 4 tahun aman-aman saja tuh," ujar Saut.
Ia menyatakan, masalah kepemilikan mobil dinas bagi pimpinan hingga pejabat struktural tak pernah dibahas semasa dirinya memimpin lembaga antirasuah. Sebab, menurutnya, mobil dinas bukan suatu keperluan yang mendesak.
"Kalau mobil kita enggak bahas di jilid IV. Masalah mobil tidak urgent, biar negara tidak perlu pusing mengurusi mobil," kata dia.
Ia menilai, masalah kepemilikan mobil dinas cukup teratasi dengan uang transport yang menjadi fasilitas pimpinan dan staf KPK di luar gaji. Mekanisme seperti itu pun, kata dia, telah berjalan selama empat periode kepemimpinan KPK.
"Cukup saja uang transportasi, lalu gunakan itu untuk kredit mobil dan pemeliharaan mobil masing-masing pimpinan dan staf, dan itu sudah berjalan 4 periode tetap perform pimpinan KPK dan pegawainya," ungkapnya.
Saat dirinya memimpin KPK, jelasnya, pimpinan hanya meminta kepada pemerintah agar gaji pegawai dinaikkan. Sehingga, masalah mobil dinas untuk keperluan transportasi tidak menjadi masalah.
"Jadi jilid IV hanya minta gaji pegawai yang dinaikan awalnya cuma gaji pimpinan normatifnya harus dinaikan dulu sebagai dasar. Jadi tidak ada isu sistem transportasi saat itu," ucap Saut.
Seperti diketahui, Komisi III DPR telah menyetujui anggaran mobil dinas bagi pimpinan, dewan pengawas, hingga pejabat struktural KPK tahun 2021. Berdasarkan informasi, mobil dinas untuk Ketua KPK dianggarkan sebesar Rp1,45 miliar. Sementara untuk keempat Wakil Ketua KPK dianggarkan masing-masing Rp1 miliar dengan spesifikasi di atas 3.500 cc.