Atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara, Perlu Mahkamah Etik Nasional

Atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara, Perlu Mahkamah Etik Nasional

FGD- Mulai rapuhnya etika penyelenggara negara membuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar focus group discussion bersama dengan sejumlah pakar, peneliti, guru besar, tokoh agama dan ahli etika di Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2024. -Istimewa-Radartegal.disway.id

Situasi beberapa tahun terakhir harus menjadi refleksi bersama, dimana nampak dan terang benderang terjadi kemunduruan etika penyelenggara negara.

Ini dibuktikan dengan banyaknya kasus korupsi, pelanggaran moral dan etika serta konstitusi yang dilanggar.

BACA JUGA: Din Syamsuddin Tolak Ibukota Baru, Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

BACA JUGA: Putusan Banci Mahkamah Konstitusi: Inkonstitusional kok Dipelihara Dua Tahun

Amin mengatakan, FGD  ini direncanakan akan dilaksanakan di tujuh kota.

Rekomendasi dari setiap FGD tersebut akan dihimpun dalam kapita selekta atau buku putih yang akan disampaikan kepada pemerintahan baru.

Sementara itu Andi Wijayanto, salah satu pakar politik dan pertahanan menyampaikan, demokrasi yang matang membutuhkan sistem perangkat yang lengkap mulai dari doktrin, ideologi, regulasi, kebijakan, kelembagaan, hingga alokasi sumber anggaran dan manusia serta teknologi.

Dalam kegiatan yang mengundang sejumah pakar, peneliti, guru besar, tokoh agama dan ahli etika, mantan Gubernur Lemhanas ini menyampaikan, cita-cita saat reformasi adalah demokrasi yang matang.

Dibutuhkan konsistensi untuk  mencapai demokrasi yang matang.

"Saat ini kita (Indonesia) mengalami segregasi demokrasi antara lain karena regulasi yang dibuat cenderung berbenturan," terang pakar pertahanan ini.

BACA JUGA: Segera Buka Pendaftaran Calon Walikota dan Wakil Waliota Tegal, KPU Komitmen Laksanakan Putusan MK

BACA JUGA: Gelar Aksi Kawal Putusan MK di Tegal, Mahasiswa 3 Daerah Ancam Turunkan Massa Lebih Banyak

Ia mencontohkan, proses Pilkada (pemilihan kepala daerah) regulasi yang dikeluarkan oleh tiga lembaga; Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), saling berbenturan.

Hal ini mendorong respon elemen masyarakat dan mahasiswa berunjuk rasa, turun ke jalan, mengawal putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Sumber: