Keraton Kerajaan Mataram Islam Pindah Kelima Kali, Geger Pecinan Keraton Pindah Ke Keraton Solo

Keraton Kerajaan Mataram Islam Pindah Kelima Kali, Geger Pecinan  Keraton Pindah  Ke Keraton Solo

Keraton Surakarta-Instagram@keratonsurakarta-

RADARTEGAL.DISWAY.ID-Kerajaan di tanah Jawa populer salah  satunya Kerajaan Mataram Islam  bernama Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkuasa selama 93 tahun dari 1588-1681 yang  dipimpin Panembahan Senopati sampai masa kejayaan Raja Sultan Agung berakhir  Amangkurat

Keraton Mataram Islam Pindah-Pindah Lokasi

Hal menarik dari  perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Islam selalu berpindah-pindah lokasi ibukota kerajaan. Keraton pertama di  Kotagede kemudian pindah ke  Karta dan  keraton  ketiga geser lokasi di  Pleret.Selanjutnya  keraton  keempat di Kartasura dan berakhir  Keraton Sala atau Surakarta.

Selama berkuasa 93  tahun keraton maupun ibukota  lokasinya  tidak menetap dalam suatu wilayah.  Bukan tanpa alasan peristiwa  ini terjadi, tetapi lantaran kerap muncul perebutan kekuasaan. Perebutan kekuasaan di kalangan intern  keraton terus berkepanjangan dan tidak ada yang mau mengalah. 

Kedua pihak berseteru saling klaim serta merasa  paling benar dampaknya luar biasa keraton ikut  bergeser sehingga tidak  heran bekas keraton Kerajaan Mataram dijumpai sejumlah tempat  di wilayah Yogyakarta  sampai Surakarta

Keraton  Kotagede  Yogyakarta

Keraton Kerajaan Mataram Islam pertama  yaitu Keraton Kotagede Yogyakarta  dibangun masa kejayaan sekaligus sebagai ibukota  kerajaan.  Terletak di Kecamatan Kotaede  Kota Yogyakarta dibangun pada masa Pangeran Hadiwijaya. Kotagede sebagai ibukota Mataram Islam berdiri  1532 M kemudian mengalami kemajuan besar setelah  diperintah Panembahan Senapati.

Pada era Senapati, tata kota Kotagede dibuat konsep Catur Gatra, yaitu  rumah raja, pasar,alun-alun dan masjid. Kini, Keraton dan ibukota kerajaan Mataram  Islam di Kotagede  tinggal kenangan yang ditemukan sekarang hanya Masjid Ageng dan Pasar  Kotagede. Sementara rumah raja tinggal kedathon, sedangkan keraton Kotagede menyisakan reruntuhan benteng.

Pasar Kotagede yang sekarang menjadi pusat ekonomi    dari  zaman kerajaan Mataram Islam hingga  kini.  Kemudian akses  menuju pasar Kotagede  terhubung 3 akses jalan yaitu Jalan Mondarakan,  Jalan Kemasan  dan Jalan Karang Lo.

Keraton Kerto Di Plered Bantul

Keraton Kerajaan Mataram Islam  yang  kedua keraton Kerto di Plered Bantul yang berlokasi di Desa Kerto, Kecamatan Plered. Bergesernya keraton Kerajaan Mataram Islam terjadi 1613-1645  berjarak  5  kilometer  selatan dari  istana Kotagede.

Pembangunan istana  Plered dilakukan oleh Sultan Agung  yang berkuasa saat itu. Sepeninggal  Sultan Agung,  raja  Mataram selanjutnya Raden Mas  Sayidin bergelar Amangkurat I kemudian sejak itu keraton dipindah ke Plered, Bantul.

Dinamakan Plered lantaran terdapat plered atau bendungan  membendung  Sungai Opak hingga muncul danau. Bangunan Keraton Kerta terbuat  dari batu bata kemudian dikelilingi tembok dan sekitarnya didirikan masjid  dan alun-alun

Kini, Bangunan Keraton Plered   rata  dengan tanah  dampak serangan  Trunajaya  atas sikap Amangkurat I bersekutu dengan Belanda. Sisa keraton tinggal umpak batu sebagai soko guru bangunan  kemudian jejak  peninggalan lainnya masih ada yakni masjid  agung Plered, makam  kuno dan pasar Plered.

Keraton Kartasura

Setelah  Keraton  Plered kemudian menggeser lokasi keraton ke Kartasura  tahun 1680-1745 yang didirikan oleh  Amangkurat II. Perpindahan terjadi karena masalah intern Pangeran Puger menduduki Keraton Plered efek dari pemberontakan Trunajaya.

Namun, akhirnya dari peristiwa ini Pangeran Puger bisa dibujuk  bergabung ke Kartasura  mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II. Kehancuran Keraton Kartasura bermula dari perisiwa Geger Pecinan dan perubahan sikap Pakubuwana II terhadap para pemberontak  Thionghoa.

Hal inilah memicu pemberontakan kemudian  kekuatan pasukan pemberontak yang kuat membuat pertahanan pasukan Kartusura  lemah. Berakhir kehancuran Keraton Kertasura kemudian kampung-kampung sekitar keraton hancur rata dengan tanah. Kini, bekas keraton Kartasura hanya meninggal benteng keraton yang tidak utuh lagi. Kemudian kawasan itu  masuk ke Kabupaten Sukoharjo yang kemudian lokasi keraton Kartasura disebut Kecamatan Kartasura.                 

Keraton Kartasekar

Keraton Kerajaan Mataram Islam  yang  kedua adalah Keraton Karta yang dibangun oleh  Sultan Agung tahun 1613.  Menurut cerita sejarah bangunan keraton ini digunakan tahun 1618-1645   yang saat  itu dimanfaatkan oleh Sultan Agung ketika berusaha berpisah  dari Keraton Kotagede

Dikisahkan, Sultan Agung memindahkan keraton dari  Kotagede ke Keraton Karta pada tahun 1618.  Babad Momana dan Babad Ing Sengkala  menceritakan secara detail kisah Sultan Agung menggeser dari Kotagede  ke  Karta. Pada perkembangannya  Keraton Karta dibangun kembali oleh Pangeran Balitar  salah satu putera Pakuhuwana I.  Keraton Kartasekar  dibangun untuk  dijadikan keraton tandingan  dari Keraton Kartasura yang  diduduki Amangkurat IV.

Sejak itu, Pangeran Balitar  mengangkat diri sebagai Raja Mataram  bergelar Sultan Ibnu Mustafa Pakubuwana. Dari peristiwa ini Mataram terbagi dua Amangkurat IV di Kartasura  dan Pangeran Balitar di  Kartasekar Namun, akhirnya kedua kubu saling perang, pasukan Amungkarat IV menyerbu Keraton Kartasekar tahun 1720 kemudian Kartasekar runtuh akibat serbuan tersebut.

Munculnya Keraton Solo

Geger Pecinan yang  terjadi pada masa pemerintahan  Mataram Islam di Kartasura berdampak  besar terhadap kelangsungan Mataram  Islam. Gara peristiwa ini berlangsung tahun 1745 Mataram Islam pindah  keraton untuk kelima kalinya.

Keraton Kartasura merupakan keraton keempat Kerajaan Mataram  Islam kemudian akibat masalah internal muncul Geger Pecinan tahun 1740 efek  dari pemberontakan  dengan etnis Thionghoa. Peristiwa Geger Pecinan makin  memanas sesudah Pakubuwono II lebih bergabung dengan  kubu VOC. Melihat hal itu gabungan pasukan Jawa dan Thionghoa menyerbu Keraton Kartasura kemudian Pakubuwana II lari  ke Ponorogo.

Pakubuwono II merasa tidak  aman tinggal di Keraton Kartasura yang penuh  noda darah dan porak poranda. Ia memutuskan membangun ibukota baru Mataram Islam di Desa Sala yang kemudian dikenal nama Surakarta. Semenjak itulah,  Keraton Kasunan Surakarta  Hadiningrat berdiri tahun 1745. Berdirinya  Keraton Solo membuat Keraton Kartasura ditinggalkan penghuninya untuk selama-lamanya dan tidak  pernah ditempati lagi.*

 

Sumber: