Serem Banget! 2 Mitos di Solo Ini Pernah Terbukti Kejadiannya

Serem Banget! 2 Mitos di Solo Ini Pernah Terbukti Kejadiannya

Mitos di Solo yang pernah terbukti-Foto: keralatourism.com-

RADAR TEGAL - Mitos merupakan salah satu bagian kisah terlampau lama dan telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Jawa, termasuk di Solo. Mitos biasanya berisi tentang terjadinya suatu tempat, adat istiadat, maupun menjadi dongeng suci. 

 

Masyarakat Jawa hidup berdampingan dan sangat mempercayai keberadaan mitos di wilayah mereka. Mereka juga percaya bahwa mitos tidak boleh dilanggar dan harus ditaati. 

 

Berikut 2 mitos di wilayah sekitar Solo yang meskipun sulit dinalar, tetapi pernah benar-benar terbukti, lho!. Meskipun zaman semakin modern, mitos-mitos ini masih berpengaruh kuat. Apa saja, ya? 

 

Mitos Pagebluk

Apabila di tahun 2020 terdapat pandemi Covid-19, jauh sebelum itu di Pulau Jawa pernah terjadi wabah penyakit yang membuat ribuan nyawa orang meninggal. 


Pagebluk merupakan istilah yang digunakan masyarakat Jawa untuk menyebut wabah penyakit. Saat terjadinya pagebluk, timbul berbagai cerita yang tidak masuk akal. 

 

Dikisahkan pada tahun 1885 silam terjadi sebuah fenomena jatuhnya Lintang Kemukus di Paseban dan Alun-Alun Utara Keraton Solo. Semua warga Solo menyaksikan turunnya ekor komet tersebut dan percaya akan terjadi pagebluk. 

 

BACA JUGA:Gudangnya Mitos di Tegal Ternyata Ada di 3 Tempat Ini, Jadi Incaran Wisatawan!

 

Ternyata hal tersebut bukan hanya mitos, melainkan menjadi kenyataan di siang hari esoknya terjadi musibah banjir melanda Solo dan membawa wabah penyakit. 

 

Akibat musibah itu, muncul banyak penderita kolera dan penyakit kulit lain melanda masyarakat Solo. Di masa ini belum terdapat obat kolera dan tenaga medis juga masih terbatas. 

 

Akhirnya masyarakat tradisional yang erat dengan mistik berusaha mencari jalan keluar dari permasalahan pagebluk. Selanjutnya, muncul mitos yang mengisahkan penderita kolera sembuh karena minum air di umbul Pengging yang pernah dipakai mandi raja Paku Buwono (PB) IX. 

 

Hal itu membuat masyarakat berbondong-bondong mengambil air untuk diminum. Mitos lainnya terkait pagebluk, dikisahkan terdapat sumur bor di Kolam Langenharjo mengalir air tawar dan air asin yang bisa mengobati aneka penyakit. 

 

Kemunculan cerita tersebut membuat seluruh masyarakat Soloraya datang ke Langenharjo sambil membawa botol untuk mengambil air yang dipercaya menyembuhkan segala penyakit. 

 

Usaha masyarakat saat itu juga berlanjut ditemukannya mitos pengobatan dengan ramuan rumput teki dari Sunan Lawu kepada petani di sekitar Gunung Lawu saat terjadi wabah penyakit kulit. 

Hal itu berasal dari kepercayaan masyarakat bahwa obat ada di lingkungan sekitar. 

BACA JUGA:4 Tempat Di Tegal Ini Terkenal Mitos dan Angker, Ada Kaitannya Sama Nyi Roro Kidul!

 

Mitos Haram Memiliki TV di Sragen 

Perkembangan zaman membuat televisi bukan menjadi barang baru. Hampir semua keluarga saat ini memiliki barang elektronik yang satu ini. 

 

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Kampung Singomodo yang terletak di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Sragen. Lokasi tepatnya berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Ngawi.

 

Asal muasal mitos ini berasal dari petuah seorang wali bernama Syekh Nasher atau eyang Singomodo. Masyarakat biasa memanggil dengan Mbah Gedong, dan terdapat pula makamnya di dukuh ini. 

 

Syaikh Nasher di masa lalu melakukan penyebaran agama islam di wilayah setempat. Ia adalah salah satu tokoh wali dari Keraton Kasunanan Hadiningrat Surakarta saat masa PB II. 

 

Memutuskan untuk keluar keraton, Syaikh Nasher menyebarkan agama islam dan mendirikan padepokannya sendiri di Dukuh Singomodo. Dalam menandai batasan wilayah, Syaikh membuat pematang di sekeliling desa yang hingga hari ini masih ada. 

 

Pada suatu hari Syaikh Nasher mengajak para jamaahnya membangun rumah, tetapi terdapat satu pengikut yang tidak mentaati dan memilih nonton pentas ledek. 

 

Karena melanggar norma, pengikut tersebut dan seorang penari ledek ditawari menikah, lalu diminta tinggal ke barat memisahkan diri. Sedangkan Syaikh Nasher dan pengikut setianya tetap tinggal di timur. 

 

Dari kejadian itulah, Syaikh Nasher membuat maklumat larangan bagi penduduk wilayah timur untuk mendengarkan maupun membunyikan gamelan yang biasa untuk mengiringi sinden. 

BACA JUGA:Gerbang Menuju Kerajaan Gaib? Ini 7 Mitos Seputar Gunung Slamet

 

Selain itu, hajatan atau hiburan yang mengundang sinden juga dilarang oleh Syaikh Nasher apabila tidak ingin terkena musibah. 

 

Cerita di atas yang melahirkan mitos tersebut. Sampai hari ini warga setempat Dukuh Singomodo tidak ada yang berani menonton sinden atau memutar musik gamelan. 

 

Demi berpegang teguh pada petuah dan kepercayaan tersebut, mereka tidak memiliki TV dan radio tape, karena khawatir terdapat siaran pertunjukan sinden. 

 

Konon di desa tersebut terdapat warga yang mengundang sinden karena tidak percaya dengan mitos yang telah ada turun-temurun. Di awal acara semua masih berjalan lancar.

 

Namun, saat acara selesai dan sang sinden pergi, terjadi insiden kepala warga yang mengundang tertimpa buah kelapa besar hingga meninggal. Kejadian ini semakin menguatkan mitos turun-temurun ini. 

 

Sampai hari ini Dukuh Singomodo dijuluki kampung antisinden. Apabila ada hajatan di sini hanya syair-syair islam yang boleh diputar. Tentunya minuman keras dan mengundang sindeng sangat dilarang. 

BACA JUGA:Menjadi Tempat Bersemayam Nyai Rantamsari, Ini Mitos Curug Pengantin yang Jarang Diketahui

Mitos memang sulit dicerna dengan akal sehat, tetapi mitos juga telah menjadi bagian kepercayaan masyarakat yang tetap harus dihormati, sekalipun bertentangan dengan keyakinan pribadi. 

 

Mitos juga menambah kekayaan budaya dan kearifan nasional yang unik. Kalau kamu, percaya tidak dengan mitos?***

Sumber: https://soloraya.solopos.com/sulit-dinalar-mitos-pagebluk-ini-dipercaya-pernah-terbukti-di-solo-loh-1069685