Kebiasaan Unik Memanjangkan Leher oleh Suku Karen di Thailand

Kebiasaan Unik Memanjangkan Leher oleh Suku Karen di Thailand

Kebiasaan unik suku karen di Thailand-unsplash.com/laimonas-keseria-

SLAWI, radartegal.disway.id - Tradisi memanjangkan leher pada suku Karen juga dikenal sebagai Suku Padaung atau Suku Kayan merupakan salah satu ciri khas budaya yang menarik dan menjadi daya tarik bagi banyak orang. Suku Karen adalah kelompok etnis yang tinggal di wilayah perbukitan di Myanmar dan Thailand bagian utara.

Tradisi memanjangkan leher pada suku Karen biasanya dimulai pada usia dini, ketika anak-anak perempuan mencapai usia sekitar 5 atau 6 tahun. Pada usia tersebut, leher mereka sudah cukup kuat untuk menahan cincin tembaga atau logam yang pertama. 

Proses pemasangan cincin ini dilakukan secara bertahap dengan menambahkan satu cincin lagi setiap tahunnya. Cincin-cincin tembaga atau logam ini diletakkan di sekitar leher dan juga di sekitar bahu sehingga memberikan efek visual leher yang lebih panjang. 

Meskipun secara fisik leher tidak benar-benar menjadi lebih panjang tetapi cincin-cincin tersebut memberikan kesan leher yang lebih tinggi dan tampak lebih panjang. Tradisi memanjangkan leher ini diyakini berasal dari legenda dan keyakinan spiritual suku Karen. 

Cerita rakyat mengisahkan tentang Dewi Naga yang dipercaya memiliki leher yang panjang dan indah. Wanita Suku Karen kemudian mengadopsi tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewi Naga dan simbol kecantikan serta keanggunan.

Tradisi unik memanjangkan leher oleh suku Karen di Thailand

Tradisi memanjangkan leher pada suku Karen menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka. Wanita dengan leher yang panjang dihormati dan dianggap sebagai wanita yang berhasil dan anggun. 

Panjang leher dianggap sebagai tanda kemuliaan dan status sosial bagi wanita yang memilikinya. Hal ini juga berdampak pada peluang pernikahan, karena wanita dengan leher yang panjang dianggap sebagai calon istri yang diinginkan oleh pria dalam masyarakat suku Karen.

Namun di era modern ini, tradisi memanjangkan leher menghadapi tantangan dan perubahan. Beberapa anggota suku Karen mulai meninggalkan tradisi ini karena alasan kesehatan dan kenyamanan. 

Memanjangkan leher dengan cincin-cincin yang berat dapat menyebabkan tekanan pada tulang belakang dan leher, serta membatasi gerakan leher. Selain itu, pengaruh dari luar dan perkembangan zaman juga mempengaruhi minat generasi muda untuk melanjutkan tradisi ini. Meskipun demikian, beberapa wanita suku Karen tetap menjunjung tinggi tradisi memanjangkan leher sebagai bentuk kebanggaan akan warisan budaya dan identitas etnis mereka. 

Bagi mereka, tradisi ini menjadi simbol keberanian dan semangat untuk mempertahankan identitas budaya yang unik. Pentingnya pelestarian budaya dan tradisi suku Karen, termasuk tradisi memanjangkan leher, tidak boleh dilupakan. 

BACA JUGA: Tradisi Unik Masyarakat Papua, Bakar Batu untuk Memasak Makanan

Pelestarian budaya merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi-generasi mendatang. Kekayaan budaya suku Karen, termasuk tradisi memanjangkan leher, adalah bagian tak terpisahkan dari keberagaman budaya Indonesia yang patut dijaga dan dihargai. 

Dengan melestarikan tradisi ini, kita turut berkontribusi untuk mempertahankan keunikan dan keindahan budaya Indonesia, serta menjaga semangat Bhinneka Tunggal Ika, yaitu kesatuan dalam keragaman. Mari kita bersama-sama menjaga dan merawat kekayaan budaya Indonesia sebagai kebanggaan bangsa dan sebagai warisan berharga bagi masa depan generasi penerus.*

Sumber: