Mengenal Sejarah Kota Slawi: Asal Muasal Nama Slawi Dulunya Sebutan Untuk 25 Ksatria
Sejarah Kota Slawi-infotegal.com-
Tegal, radartegal.disway.id - Bahas sejarah kota slawi, kota yang merupakan ibukota dai Kabupaten Tegal.
Mengenal sejarah Slawi. Slawi merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Tegal. Slawi sendiri diresmikan menjadi Ibukota tegal pada tanggal 24 Januari 1989. Namun bagamaima dengan sejarah dari Slawi, Slawi sendiri memiliki luas daerah seluas 13,63 km yang mayoritas daerahnya banyak ladang sawah.
Ki Gede Sebayu, merupakan tokoh pendiri tlatah Tegal, yang kemudian diangkat menjadi Juru Demung(Tumenggung) pada tanggal 18 Mei 1601. Dalam buku yang berjudul Ki Gede Sebayu, Babad Negari Tegal, pada saat itu kalisoka yang merupakan daerah tempat tinggalnya Ki Gede Sebayu beserta keluarga dan para pengikutnya, menjadi pusat tempat pemerintahan Kadipaten Tegal.
Seiring berjalannya waktu banyak perubahan yang terjadi, salah satunya ialah pembendungan Kali Gung di Danawarih sebagai upaya beliau untuk membuat saluran irigasi untuk ladang warga.
Pada suatu waktu, Ki Gede Sebayu memiliki niat untuk melakukan renovasi pada masjid yang kini dikenal sebagai Masjid Kewalian Kalisoka, yang terletak di Padepokan Karangmangu, Kalisoka. Dikisahkan bahwa masjid tersebut telah berdiri sejak sebelum Ki Gede Sebayu datang. Dalam rangka persiapan renovasi, langkah-langkah penting diambil seperti mencetak batu bata dan mempersiapkan bahan bangunan lainnya. Salah satu unsur yang sangat penting dalam renovasi ini adalah sebatang pohon jati yang akan digunakan sebagai soko guru, yaitu tiang penyangga utama masjid.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Orang Slawi Pendiri Tehbotol Sosro, Bapak Soegiharto Sosrodjojo
Setelah mendapat perintah, Ki Jaga Sura dan Ki Sura Laweyan melakukan pencarian dengan penuh semangat. Mereka meluangkan beberapa hari untuk mencari pohon jati yang tepat. Akhirnya, di Dukuh Babakan, Desa Jatimulya, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, mereka menemukan pohon jati yang besar dan megah.
Namun, pohon yang mereka temukan memiliki ukuran yang sangat besar. Menara tinggi dan batang yang sudah menghitam menandakan usianya yang telah tua. Ki Jaga Sura dan Ki Sura Laweyan menyadari bahwa mereka tidak akan sanggup membawanya sendirian.
Dibawah rindangnya pohon beringin, Ki Gede Sebayu dan Nyi Gede Sebayu mengamati dengan penuh harap para peserta yang berusaha untuk menebang pohon jati tersebut. Namun sayangnya, upaya mereka semuanya tidak berhasil. Sang pohon jati tetap tegar berdiri, menantang siapa pun yang berusaha menghadapinya.
Hingga pada akhirnya, giliran kesatria ke-25, yang dikenal dengan sebutan Selawe, tiba. Ia menghadapi pohon jati dengan penuh tekad dan keyakinan. Dalam hatinya, Selawe menaruh niat yang tulus dan menghormati keberadaan pohon yang begitu kuat dan berharga itu.
Dengan kekuatan dan ketekunan yang luar biasa, Selawe mulai menebang pohon jati. Ia mempergunakan teknik yang diajarkan oleh leluhur dan memohon perlindungan serta izin kepada alam semesta. Langkah demi langkah, Selawe berusaha dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian. Dan pada saat yang tepat, pohon jati itu akhirnya roboh dengan terhormat.
Kemenangan Selawe dalam menebang pohon jati itu tidak hanya mencerminkan kekuatannya secara fisik, tetapi juga keselarasan batinnya dengan alam dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Keluarga Ki Gede Sebayu melihat bahwa Selawe adalah orang yang memiliki kehormatan dan kelembutan hati yang layak untuk menjadi pasangan putri mereka, Raden Ayu Rara Giyanti Subhaleksana.
Dengan sukacita, putri Ki Gede Sebayu pun dinikahkan dengan Selawe. Pernikahan mereka melambangkan persatuan antara keberanian, kebijaksanaan, dan kelembutan batin. Masjid Kewalian Kalisoka kemudian direnovasi dengan menggunakan pohon jati yang berhasil ditebang oleh Selawe sebagai soko guru yang kokoh, menjadi lambang kebersamaan dan perjuangan dalam membangun tempat ibadah yang mulia.
BACA JUGA:Menderita Di Masa Muda, Sukses Di Usia Muda: Mengenal Sejarah Bos KFC, Kolonel Harland Sanders
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: