Jarang Diketahui, Mitos Larangan Memancing Ikan Tambra di Tegal
Mitos Larangan Memancing Ikan Tambra di Tegal--
radartegal.com - Mitos larangan memancing Ikan Tambra di Tegal. Ikan Tambra atau yang memiliki nama ilmiah Tor tambroides ini merupakan salah satu jenis ikan air tawar di Indonesia.
Mitos yang paling terkenal terkait dengan ikan tambra adalah larangan untuk menangkap atau memancing ikan ini. Konon, mitos larangan memancing Ikan Tambra di Tegal memiliki kaitan erat dengan tradisi lokal dan kepercayaan masyarakat setempat.
Ikan Tambra juga sering disebut sebagai "ikan dewa" karena selain memiliki penampilan yang mempesona, harga jualnya pun sangat tinggi, bahkan bisa mencapai Rp1 juta per kilogram. Tak banyak yang tahu bahwa ikan ini memiliki sejarah yang panjang, terutama bagi masyarakat, khususnya di Desa Cenggini, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal.
Adapun cerita paling menarik yaitu mengenai Ikan Tambra yang tidak boleh dipancing. Nah, dalam artikel berikut, Radartegal akan mengulas asal-usul mitos larangan memancing Ikan Tambra di Tegal.
BACA JUGA: 5 Mitos Air Terjun Jumog yang Bersumber dari Media Terkenal
BACA JUGA: Mitos Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan, Ini Kutukan yang Masih Dipercaya
Mitos larangan memancing Ikan Tambra di Tegal
Menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Tegal, balong (kolam) ikan Tambra yang ukurannya cukup besar ini dirawat oleh masyarakat sekitar dan pemerintah desa.
Menurut salah satu warga asli Desa Cenggini, Saepudin, kisah ikan tambra tidak lepas dari tiga tokoh Tegal, yaitu Pangeran Purbaya, Mbah Ki Gede Sebayu, dan Mbah Ciptosari yang merupakan leluhur Desa Cenggini.
Diceritakan, di sekitar lokasi kolam ini ada sebuah padepokan dan pada saat itu ada pertempuran santri antara Pangeran Purbaya, Ki Gede Sebayu, dan Mbah Ciptosari.
Pangeran Purbaya yang berada di pesisir Tegal karena ada laut sehingga banyak terdapat ikan, kemudian saat hendak datang ke daerah pegunungan berkata, "Wah kalau di gunung pasti tidak ada ikan."
Kemudian Mbah Ciptosari menjawab, "Kalau ada air pasti ada ikan."
Akhirnya dengan karomah Mbah Ciptosari, dulu di sekitar lokasi ada sebuah kelapa gading, lalu disabdo oleh Mbah Ciptosari, sesudah itu kelapa diambil, kelapa gading diambil dan diolah.
"Ikan ini tercipta sekitar empat abad lalu, berasal dari karomah (keistimewaan) Mbah Ciptosari. Di dalam kelapa yang sudah disabdo mbah, ada sebuah ikan, disitu karomahnya," ungkap Saepudin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: