Lahir di New York, Eril Dinyatakan Meninggal di Swiss, Keluarga: Allah Lebih Mencintai Almarhum
Kepergian putra Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril untuk selama-lamanya karena tenggelam di Sungai Aare tengah menyita perhatian publik saat ini.
Pihak otoritas Swiss sudah mengubah status pencarian Eril. Dari awalnya berstatus mencari orang hilang (missing person) menjadi status mencari orang yang tenggelam (drowned person).
Ridwan Kamil beserta istri sudah mengikhlaskan sepenuhnya dan meyakini bahwa putra sulungnya yang lahir di New York itu meninggal dunia.
Perwakilan keluarga besar yang juga kakak kandung Ridwan Kamil, Erwin Muniruzaman mengungkapkan, seluruh keluarga besar sangat mencintai Eril.
Di mata keluarga melihat sosok Eril dari kecil, tumbuh kembang menunjukkan perilaku anak soleh.
“Kami berprasangka baik Allah lebih mencintai almarhum Eril. Oleh karena itu, kami mengikhlaskan almarhum,” ungkap Erwin, Jumat (3/6).
Eril belum ditemukan hingga sepekan hilang saat berenang di Sungai Aare, Bern, Swiss. Eril hanyut terbawa arus pada Kamis (26/5) lalu.
Upaya pencarian dilakukan tim kepolisian dan SAR untuk menemukan Eril. Namun sampai dengan hari ketujuh, pencarian masih belum membuahkan hasil.
Kendala keruhnya air sungai yang bersumber dari partikel lelehan salju menjadi alasan sulitnya pencarian.
Diketahui, Eril lahir di Kota New York, Amerika Serikat 25 Juni 1999. Jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu dilahirkan di salah satu rumah sakit untuk warga miskin di Kota New York saat Ridwan Kamil menempuh pendidikan S2 di sana.
Kisah lahirnya Eril pernah diceritakan langsung oleh Ridwan Kamil saat menghadiri kegiatan penandatanganan kesepahaman bersama antara Pemprov Jabar dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait Pelayanan Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia asal Jabar, di Gedung Sate, Kota Bandung, akhir Maret lalu.
Kang Emil begitu mantan Wali Kota Bandung ini biasa disapa mengenang tahun 1998 silam dirinya terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK tepat setahun setelah menjadi pekerja migran di negeri Paman Sam itu.
Padahal saat ingin berangkat ke Amerika, dia diantar dengan bangga oleh keluarganya berharap dirinya meraih kesuksesan di sana. Nasib berkata lain, Kang Emil justru menelan pil pahit karena terkena PHK.
Kang Emil lantas melamar di sejumlah perusahaan di sana. Dari 100 perusahaan yang ia lamar, hanya lima perusahaan yang memanggilnya untuk interview.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: