AMSI Jateng Ajak Media Stop Sebarkan Hoaks, Nurkholis: Hoaks dan Hate Speech Sudah Mengkhawatirkan
Informasi palsu yang tersebar secara terbuka di berbagai platform digital dan media sosial harus diperangi lantaran bepotensi memicu terjadinya konflik di Indonesia. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan literasi untuk menyaring informasi ini.
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Komisi D DPRD Kota Semarang Rahmulyo Adiwibowo saat membuka Diskusi Terfokus (FGD) Kurikulum Cek Fakta & Literasi Berita di Sekolah yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Kamis (2/6) pagi.
“Kebebasan informasi sudah dilindungi UU nomor 14 tahun 2008. Tugas kita adalah menjaga kebebasan itu, karena informasi ngawur yang bebas tersebar akan memicu terjadinya konflik,” ungkap founder sekaligus pemilik komunitas berbagi informasi digital yang cukup terkenal di Semarang MIK Semar tersebut.
Rahmulyo menambahkan, ada orang-orang sengaja menyebar berita bohong di media sosial atau grup percakapan digital. Inilah yang terjadi akhir-akhir ini. Sejalan dengan itu, banyak orang yang malas membaca keseluruhan berita, hanya judulnya yang dibaca.
“Melihat kenyataan ini, kita semua mempunyai tanggung jawab moral untuk memperbaiki (situasi) ini dan mendidik anak-anak kita agar tidak terbiasa dengan kondisi itu,” tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Hal tersebut juga diamini Wakil Ketua AMSI Pusat, Irfan Djunaedi. Irfan mengatakan FGD yang digelar di Patra Convention Hotel Semarang itu merupakan ikhtiar AMSI untuk memerangi tersebarnya berita bohong yang menyesatkan dan membawa korban.
“Ini bukan sekadar tanggung jawab media, tapi juga semua stake holder literasi seperti sivitas akademika kampus, pendidik di sekolah, NGO, dan lain-lain,” terangnya.
Pemimpin Redaksi Republika itu menegaskan, FGD ini penting karena Indonesia sedang mengalami kekeruhan informasi. Berita yang benar bercampur dengan yang keliru. Jika tidak mempunyai kemampuan untuk menyaringnya, akan muncul dampak negatif yang membahayakan.
“Tidak sedikit peristiwa atau konflik yang dipicu oleh informasi yang keliru. Saya berharap ini jadi instrumen penting serta bekal yang berguna untuk menjadi filter saat kita disuguhi berbagai bentuk berita,” ujar koordinator kegiatan News Literacy Google di AMSI tersebut.
Ketua AMSI Jateng Nur Kholis mengungkapkan hoaks dan hate speech yang menguasai dunia digital saat ini sudah memasuki babak yang mengkhawatirkan. Hoaks yang mudah sekali menyebar di dunia maya ini juga berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan negara.
“Informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya menyebar secara masif di dunia maya dan banyak pengguna internet menelannya mentah-mentah,” ujarnya di hadapan para peserta FGD yang terdiri atas pengamat, pelaku, dan pembuat kebijakan pendidikan di Jateng dan DI Yogyakarta.
Situasi ini, lanjutnya, semakin diperparah dengan perilaku beberapa media digital yang menjadikan media sosial sebagai sumber berita. Di sinilah AMSI mencoba menyamakan persepsi bahwa media digital sama dengan cetak. Menurutnya, media seharusnya tidak ikut menyebarkan hoaks.
“Dengan tingkat keterbacaan yang sangat luas, media siber (digital) bisa memengaruhi kebijakan publik. Maka, medsos tidak bisa menjadi sumber berita sepenuhnya. Bisa menjadi info awal, tapi harus digali lebih dalam lagi,” tegasnya.
Maka, Nur Kholis menekankan pentingnya memberikan literasi mengecek kebenaran berita atau yang lebih dikenal sebagai “cek fakta”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: