Bejat! Guru Pesantren di Bandung Wik-wik Tiga Santiwati, Dalihnya Transfer Tenaga Dalam

Bejat! Guru Pesantren di Bandung Wik-wik Tiga Santiwati, Dalihnya Transfer Tenaga Dalam

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren kembali terjadi. Kali ini, korbannya tiga santriwati yang dicabuli oknum gurunya dengan dalih mentransfer tenaga dalam.

Dikutip dari Pojoksatu, Satreskrim Polresta Bandung menangkap seorang oknum guru pesantren atas kasus pelecehan seksual dan persetubuhan anak di bawah umur di Bandung.

Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan, oknum guru ponpes itu melakukan tindak asusila sejak 2019 hingga 2021.

Penangkapan dilakukan setelah polisi menerima laporan kasus asusila yang dilayangkan korban.

“Pelaku ini sekaligus pemilik salah satu pesantren, inisialnya H,” ungkap Kombes Kusworo, Selasa (11/1).

Disebutkan, bahwa sampai sejauh ini baru ada tiga korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh H.

“Diduga telah menyetubuhi tiga santriwati di wilayah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,” jelasnya.

Kombes Kusworo menambahkan, modus pelaku H adalah dengan dalih memberikan ilmu tenaga dalam kepada tiga santriwati yang menjadi korban.

“Pelaku H ini dalihnya adalah berpura-pura akan memberikan ilmu tenaga dalam. Kemudian pelaku memijit para korban dan akhirnya korban disetubuhi,” ujarnya.

Mendapat perlakuan tidak senonoh dari guru sekaligus pemilik pesantren ini, salah satu korban bercerita kepada orangtuanya.

Tidak terima dengan perlakuan pelaku, orangtua korban langsung melayangkan laporan polisi ke Polresta Bandung.

“Setelah ada laporan dari para korban dan memeriksa beberapa saksi serta barang bukti memvisum para korban, tidak sampai satu minggu pelaku H berhasil kami amankan,” katanya.

Atas perbuatannya, H dijerat Pasal 81 ayat (2)Jo pasal 76 D Pasal 82 ayat (3) Jo pasal 76E UU RI NO 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU Pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.

“Dengan ancaman paling lama hukuman 15 tahun penjara dan ditambah setengah dari ancaman pidana, karena pelaku merupakan tenaga kependidikan,” tandas Kurworo. (rif/pojoksatu/ima)

Sumber: