61 Tahun Industri Rumahan Sisakan Limbah Beracun 14,7 Ribu Ton, Warga Mulai Kena Down Syndrome
Warga Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, Jawa Tengah hingga kini banyak yang terpapar limbah bahan beracun berbahaya (B3). Mereka menderita usai tercemar limbah industri rumahan peleburan logam seperti alumunium, tembaga, timbal, merkuri, besi, dan aki bekas yang sudah berlangsung sejak 1960 lalu.
Ironisnya, kegiatan industri rumahan itu justru dilakukan di tengah-tengah permukiman penduduk. Nah, pembuangan sembarangan limbah industri rumahan tersebutlah yang menyebabkan pencemaran tanah, air tanah, dan udara di Desa Pesarean.
Perangkat Desa Pesarean Tasripin, Senin (15/11), membenarkan pembuangan limbah-limbah beracun itu sudah berlangsung sejak 1960 silam. Akibatnya, beberapa tahun sesudahnya mulai mengganggu kondisi kesehatan warganya.
Paling mudah dideteksi, papar Tasripin, adalah warga yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berupa batuk dan sesak napas. Tetapi kemudian diketahui banyak pula warga yang menderita down syndrome.
Menurut Tasripin, di satu wilayah rukun warga (RW) sedikitnya ada sekitar 10 orang yang mengalami down syndrome. Sementara yang terserang ISPA, sakit paru-paru, dan sesak napas tak terhitung jumlahnya.
“Misalnya di RW 8, warga yang mengalami down syndrome ada 10 orang. Mereka mengalaminya sejak masih balita sampai sekarang sudah dewasa,” ungkapnya.
Parahnya lagi, mayoritas warga yang mengalami down syndrome merupakan anak-anak para perajin pengecor logam. Mereka teridentifikasi terpapar langsung limbah di sekitar rumahnya.
Ditambahkan Tasripin, dari penelitian yang dilakukan mahasiswa bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tegal menyebutkan dari 50 jumlah pekerja, ternyata hanya satu atau dua orang saja yang sehat. Mayoritas pekerja atau lingkungan di Desa Pesarean sudah mengandung timbal.
Hanya saja, Pemkab Tegal terkesan kurang memperhatikan warga yang terpapar limbah logam berat tersebut. Padahal, banyak di antara korbannya justru berasal dari kalangan warga yang kurang mampu.
"Karena kurang mendapat penanganan, akhirnya ya tidak ada perubahan. Mereka juga tidak mampu berobat," tambahnya.
Contoh warga yang menderita down syndrome adalah kakak beradik, Fatikhin dan Tarokhi. Keduanya terpapar logam berat, yang diduga sudah berlangsung puluhan tahun lalu.
Fatikhin, sang kakak, mengalami gangguan syaraf di jari-jari kedua tangannya sehingga susah digerakan. Sedangkan sang adik, Tarokhi lebih parah lagi, karena menderita tuna grahita.
Fatikhin dulu memang bekerja pada pengecoran logam sejak berusia belasan tahun. Awalnya, beber Tasripin, sejak balita kondisinya terlihat baik-baik dan sehat-sehat.
“Tetapi setelah dewasa mulai sering sesak napas dan jari-jari tangannya kaku. Kalau adiknya memang dari kecil sudah begitu,” akunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: