Moeldoko Disebut Kena Prank Tiga Kali, Pengamat Politik Unpad: Agak Terlihat Tidak Kompeten sebagai Kepala Sta
Moeldoko dinilai sudah kena prank tiga kali. Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review terhadap AD ART Partai Demokrat.
"Mulai dari Darmizal, lalu Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra)," ujar Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan.
Dia mengingatkan, penolakan itu merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya.
“Penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang nota bene adalah sesama anggota kabinet,” ujar Firman kepada waratwan, Selasa (16/11).
Menurut Firman, objek gugatannya juga problematik. Karena itu, tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang.
“Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi,” ujarnya.
Bahkan, Firman berpendapat, di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum.
“Dalam persoalan ini, menurut saya, Moeldoko agak terlihat tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden,” ujarnya dikutip dari Jawapos.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.
Di tengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan Presiden Jokowi dalam menyiapkan legacy pemerintahannya.
“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat,” ujarnya.
Lebih lanjut Ubedilah juga mengingatkan bahwa bukan hanya dalam kasus Demokrat, Moeldoko melakukan manuver yang merugikan reputasi Pemerintah. Seperti dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli.
Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi. Agak mustahil sebagai Kepala Staf Presiden dan mantan Panglima TNI Moeldoko tidak melakukan background check.
“Kalau Moeldoko berdalih tidak tahu, berarti kemampuan intelijennya lemah. Apapun alasannya, ini menunjukkan Moeldoko kurang kompeten sebagai pembantu Presiden,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: