Sebut Luhut Terkesan Kekanak-kanakan, Senator Asal Papua: Data ya Dilawan dengan Data! Rakyat Papua Butuh Jawa
Wakil Ketua I Komite I DPD RI Filep Wamafma menyoroti somasi yang dilayangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) kepada Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Menurutnya, Luhut terkesan emosional dan kekanak-kanakan menanggapi kajian cepat yang dilakukan oleh YLBHI, KontraS, LBH Papua dan rekan-rekan lainnya.
“Ini kajian berdasarkan data yang menyebut nama-nama dibalik konsesi tambang di Papua. Kalau tidak benar, silahkan buka data yang benar ke publik. Data ya dilawan dengan data! Rakyat Papua butuh jawaban, bukan somasi terkait dengan temuan tersebut. Somasi tidak dapat menghilangkan keresahan dan ketakutan rakyat Papua," paparnya.
Menurut Filep, hasil kajian cepat yang menyimpulkan adanya praktik bisnis militer kaki kedua di Intan Jaya, sekaligus menyingkap adanya potensi kepentingan ekonomi harus menjadi kajian yang lebih serius. Ia menganggap data tersebut tidak bisa dianggap main-main jika semua pihak benar-benar ingin memperbaiki Tanah Papua.
Senator Papua Barat ini mengkhawatirkan jika data tersebut benar adanya, hal itu akan membangkitkan semangat perlawanan Orang Asli Papua (OAP) terhadap para oligarki yang selama ini terus menguras kekayaan SDA Papua khususnya di Intan Jaya. Apalagi, masyarakat sipil terus menerus menjadi korban konflik berkepanjangan antara TNI/Polri dan OPM.
Di Intan Jaya, sekitar 1.200an masyarakat sipil yang terdata sebagai pengungsi, termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak.
"Mereka melarikan diri karena takut jadi korban salah tembak! Semua itu karena banyaknya TNI/Polri yang diturunkan dan terus terjadi baku tembak dengan TPNPB. Kalau benar ujung-ujungnya semua ini karena motif ekonomi, harus memakan korban berapa banyak lagi?" tegas filep.
Menurutnya, rakyat manapun tidak ingin dijadikan sebagai objek kepentingan investasi dan politik. Rakyat Papua ingin Sumber Daya Alam yang dimilikinya memberikan kesejahteraan. Sementara yang terjadi saat ini, bukannya kesejahteraan yang didapat, justru ketakutan menghantui karena adanya konflik yang tak kunjung usai dan rakyat harus menanggung dampaknya.
“Data yang mencuat ini momentum pembuktian. Siapa dan apa motifnya. Dan itu bisa membuka mata kita semua tentang problem sesungguhnya di Papua," tutupnya. (khf/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: