Kenakan Hazmat saat Kibarkan Bendera, Anggota Paskibraka Kini Tahu Beratnya Jadi Nakes Covid-19

Kenakan Hazmat saat Kibarkan Bendera, Anggota Paskibraka Kini Tahu Beratnya Jadi Nakes Covid-19

Peluh membasahi wajah Enrica Audia Prastiwi, saat awak media menemuinya usai mengibarkan bendera merah putih saat upacara hari kemerdekaan di Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Donohudan, Selasa (17/8). Napasnya tampak tersengal dan kecapaian.

Bagaimana tidak, tugasnya mengibarkan sang saka merah putih sangat berat hari ini. Selain bertanggung jawab dan memastikan merah putih berkibar, dia harus melawan panas dan beratnya pakaian hazmat dikenakannya.

Yah, Enrica adalah satu dari tiga pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) yang bertugas mengibarkan bendera merah putih di upacara yang digelar bersama pasien isolasi itu. Ia tak pernah menyangka, tugas yang diembannya itu begitu berat dan membuatnya kesusahan.

"Ini panas banget, berat juga. Nggak pernah terbayang bertugas mengibarkan bendera merah putih dengan pakaian seperti ini," kata Enrica.

Saat mendaftar menjadi paskibraka tingkat provinsi, siswa SMA dari Purworejo ini tak pernah menyangka akan tugas di RSDC Donohudan. Bahkan dua hari sebelumnya, dia masih tahu bahwa tugasnya nanti di halaman kantor Gubernur Jateng di Semarang.

Tapi ternyata, tugasnya dipindah ke RSDC Donohudan. Karena upacara bersama ratusan pasien Covid-19, dia terpaksa menggunakan hazmat demi protokol kesehatan (prokes).

"Tapi dengan ini, saya jadi tahu gimana beratnya perjuangan tenaga medis kita. Mereka berjuang susah payah melawan Covid-19. Mereka menggunakan hazmat seperti ini tiap hari. Saya yang sebentar saja terasa kepanasan," ucapnya.

Enrica berharap pandemi segera pergi dan kondisi kembali membaik. Ia juga mengajak semua masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan.

"Kepada para tenaga medis, tetap semangat dalam membasmi Covid-19 ya," pungkasnya.

Hal senada disampaikan Ahmad Iskandar, pengibar bendera merah putih lainnya. Ia mengatakan, tak pernah membayangkan akan bertugas mengibarkan bendera menggunakan pakaian hazmat seperti ini.

"Panas banget, sumpek juga. Tapi saya tetap semangat mengibarkan sang merah putih ke angkasa," jelasnya.

Selain panas dan sumpek, mengenakan hazmat saat bertugas mengibarkan bendera menurut Ahmad memiliki banyak tantangan. Selain sulit untuk berjalan, sarung tangan yang digunakan juga licin dan bisa saja menghambat prosesi pengibaran.

"Rasanya panas banget, sumpek. Keringatnya banyak. Tantangannya ya itu, jalan susah dan sarung tangan ini kan licin. Kemungkinan talinya bisa terlepas. Tapi alhamdulillah lancar," ucapnya.

Selain Enrica dan Ahmad, para petugas upacara di Donohudan memang mengenakan pakaian sesuai protokol kesehatan. Bahkan, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang menjadi inspektur juga mengenakan pakaian hazmat yang sama.

Sumber: