Ketimpangan Vaksinasi di Jawa-Bali Disoroti WHO, Kemenkes: Masih Ada Masyarakat yang Tak Mau Divaksinasi

Ketimpangan Vaksinasi di Jawa-Bali Disoroti WHO, Kemenkes: Masih Ada Masyarakat yang Tak Mau Divaksinasi

Ketimpangan vaksinasi COVID-19 antara Jawa-Bali dan daerah di luar Jawa-Bali, menjadi sorotan World Health Organization (WHO). Versi Kemenkes salah satu kendalanya adalah masyarakat yang menolak divaksinasi.

"Masih ada 10 persen masyarakat yang tidak mau divaksinasi," kata Juru bicara Kemenkes bidang vaksinasi, dokter Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Jumat (30/7).

Selain itu, stok vaksin yang ada saat ini belum mencukupi untuk seluruh sasaran kebutuhan. Menurutnya stok baru bisa 30 persen, padahal vaksin untuk seluruh sasaran adalah 426 juta dosis.

"Yang sudah tiba baru 150 juta dosis. Sehingga baru 30 persen dari sasaran yang tersedia dengan stok yang ada sekarang," imbuhnya.

Terlebih, kedatangan vaksin dilakukan secara bertahap. Karenanya, proses vaksinasi dilakukan sesuai ketersediaan vaksin Corona yang ada.

"Seperti diketahui bersama, vaksin datang secara bertahap sampai Desember 2021. Proses vaksinasi dilakukan sesuai ketersediaan vaksin yang datangnya juga bertahap," pungkasnya.

Sementara itu, jumlah penduduk Indonesia yang telah divaksinasi dosis kedua alias lengkap hingga Jumat (30/7) mencapai 20.146.421 jiwa. Sementara jumlah penerima vaksin dosis pertama sebanyak 46.805.993 orang.

Pemerintah menargetkan vaksinasi COVID-19 sebesar 208.265.720 jiwa, untuk membentuk kekebalan kelompok (Herd Immunity). Vaksinolog dokter Dirga Sakti Rambe mengatakan perluasan cakupan vaksinasi saat ini lebih baik diutamakan, dibandingkan vaksin ketiga bagi masyarakat umum.

"Kalau kita 10 kali divaksinasi, tapi orang-orang di sekitar kita belum divaksinasi, percuma juga. Jadi lebih baik fokus memperluas cakupan vaksinasi ketimbang memberikan suntikan ketiga, keempat pada orang-orang yang sama," ujar Dirga di Jakarta, Jumat (30/7).

Suntikan ketiga atau booster di Indonesia baru diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes). Sebab, risiko yang mereka hadapi sebagai ujung tombak perawatan pasien COVID-19.

Meski antibodi mengalami penurunan enam bulan setelah melakukan suntikan kedua, tetapi hal tersebut tidak mengurangi perlindungan akan penyakit yang menyerang pernapasan tersebut.

"Karena itu, disiplin protokol kesehatan mutlak harus dilakukan. Semua pihak harus menyadari hal ini. Salah satu kunci keberhasilan menekan penyebaran COVID-19 adalah penerapan prokes," tutupnya. (rh/zul/fin)

Sumber: