Budi Indonesia
Pak Budi Santoso, bersama adiknya, Budi Iskandar, mampu mewarisi perusahaan permesinan dari ayah mereka. Bahkan mampu mengembangkan dan memodernisasikannya. Lihatlah pabrik penggilingan padi, hampir semua menggunakan produk Agrindo. Pun sampai traktor dan mesin panen. Diesel sampai pompa air.
Yang terbaru adalah mesin penanam padi. Yang akan kian penting sekarang ini. Itu akan bisa mengatasi kesulitan mencari buruh tanam padi belakangan ini.
Agrindo memang perusahaan legendaris. Sudah terkenal sejak zaman Belanda. Awalnya bernama Machine Fabriek &. Constructiewerkplaats-Tan Brothers. Hanya berupa bengkel las di belakang stasiun kota lama Malang.
Produk pertamanya adalah tempat tidur besi susun dua. Lalu penutup rantai sepeda. Berkembang ke landasan pandai besi. Lalu membuat alat pemroses kopi. Banyak kebun kopi di sekitar Malang zaman itu.
Pendiri bengkel itu pemuda umur 30-an tahun: Tan Tie Seng. Nama Indonesianya: Budi Waluyo. Dipanggil Om Tan.
Itulah ayah Budi Santoso dan Budi Iskandar. Budi masih punya dua adik lagi, perempuan. Dua-duanyi tinggal di Jepang dan kawin dengan orang Jepang. Itu karena keduanyi kuliah di Jepang —salah satunyi kuliah di fakultas kedokteran di sana. Jadi dokter spesialis di sana.
Tan Tie Seng masih lahir di Putian, dekat Fuzhou, provinsi Fujian. Ia ikut kakak Xia Nan Yang pada umur 16 tahun. Langsung ke Malang.
Mesin pertama yang dibuat adalah gergaji: gergaji mesin. Terus berkembang ke mesin-mesin lainnya. Kian maju.
Mutu mesin buatan Tan sangat terbaik terbukti perusahaan dagang Belanda, NV Ruhaak mau memasarkannya.
Belakangan ketika banyak perusahaan Belanda meninggalkan Indonesia Tan 'meneruskan' Ruhaak. Ia buat perusahaan trading bernama Rutan —singkatan Ruhaak dan Tan Brothers.
Ketika UU Penanaman Modal Asing (PMA) diberlakukan, 1970, Tan Tie Seng merangkul Mitsubishi. Untuk memproduksi mesin diesel.
Itulah sebabnya Tan menyekolahkan dua putrinya ke Jepang. "Zaman saya sekolah itu ke Jerman atau Eropa lainnya. Zaman kalian harus ke Jepang," ujar Tan seperti ditirukan Budi Iskandar.
Tan sendiri tidak sekolah. Anak pertamanya, Budi Santoso, juga hanya sampai SMA. Budi Iskandar sampai ke ITS —jurusan mesin. Baru anak ketiga dan keempat sekolah ke luar negeri.
Modal Jepang memang sangat deras masuk ke Indonesia. Maka Tan Tie Seng meminta dua putrinya harus memahami Jepang sebaik-baiknya.
Kelak ketika Tan Tie Seng sakit di saluran empedu, memilih berobat ke Jepang —dirawat oleh dua putrinya di sana. Tan Tie Seng meninggal di Jepang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: