Tidak Atur Penghayat Kepercayaan, Perda Pendidikan Keagamaan Dinilai Cacat Hukum

Tidak Atur Penghayat Kepercayaan, Perda Pendidikan Keagamaan Dinilai Cacat Hukum

Perda Kabupaten Tegal Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pendidikan Keagamaan dinilai cacat hukum. Hal itu karena dalam perda tersebut tidak mengatur tentang penghayat kepercayaan.

"Perda ini batal demi hukum. Harus dicabut dan jangan dilaksanakan," kata Ketua Umum Penghayat Kejawen Maneges Indonesia KRT Rosa Mulya Aji.

Dia menyatakan itu saat audiensi dengan Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Tegal Alfatah, Rabu (30/6). 

Dalam audiensi itu, sejumlah orangtua siswa dari SD Muhammadiyah Slawi Kulon juga mengadu karena anaknya tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMP Negeri 1 Slawi. Para orang tua siswa ini didampingi oleh Anggota DPRD Kabupaten Tegal Memet Said.

Rosa mengungkapkan, untuk layanan pendidikan bagi kaum penghayat kepercayaan sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016. Ironisnya, dalam Perda Kabupaten Tegal tentang Pendidikan Keagamaan tidak mengaturnya. 

Padahal, selain sudah diatur dalam permendikbud, layanan pendidikan bagi kaum penghayat kepercayaan juga sudah ditegaskan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97 Tahun 2016 yang mengakomodir hak-hak sipil penghayat kepercayaan. 

"Perda tentang pendidikan keagamaan ini cacat hukum dan harus dicabut. Jika tidak, kami melalui organisasi akan menggugat pemkab," tegas Rosa.

Di tempat yang sama, orangtua siswa dari SD Muhammadiyah Slawi Kulon, Nana menuturkan jika nilai kelulusan anaknya cukup bagus. Namun terkendala dengan ijazah Madrasah Diniah Takmiliyah Ula (MDTU) saat mendaftar di SMP Negeri 1 Slawi. 

Kondisi itu membuat anaknya stres, karena sejak awal berharap bisa masuk di sekolah tersebut.

"Ada 10 anak dari SD Muhammadiyah Slawi Kulon yang tidak bisa mendaftar di SMP Negeri 1 Slawi," kata Nana.

Memet Said meminta penjelasan tentang siswa yang tidak memiliki ijazah MDTU mendapatkan poin 10 dan mempengaruhi jarak tempat tinggal dengan sekolah. Hal itu dinilai merugikan siswa dan menutup kesempatan para siswa untuk bersekolah di SMP terdekat. 

"Harus ada solusi untuk siswa yang tidak memiliki ijazah MDTU. Karena dalam perda bisa menggunakan surat keterangan yang akan mengikuti dan sedang proses belajar di MDTU," ujarnya.

Kabid Pembinaan SMP Dinas Dikbud Kabupaten Tegal Alfatah menjelaskan, terkait dengan Perda Pendidikan Keagamaan yang diduga cacat hukum, bukan menjadi kewenangannya.

Sementara untuk ijazah MDTU sudah sesuai dengan perda yakni bagi siswa lulusan SD yang akan melanjutkan ke tingkat SMP harus memiliki ijazah MDTU.

Sumber: