Bobol Bank BUMN Rp1,7 Triliun dan Buron 17 Tahun, Koruptor Wanita Dihukum 18 Tahun
Pauliene Maria Lumowa sempat buron selama 17 tahun dan bermukim di Belanda usai membobol salah satu bank plat merah senilai Rp1,7 triliun. Setalah ditangkap dan disidang, dia divonis 18 tahun penjara plus denda dan ganti rugi.
Ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis pengendali PT Sagared Team dan Gramarindo Group, Pauliene Maria Lumowa 18 tahun penjara. Selain itu Maria juga harus membayar denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp185,822 miliar.
Maria Lumowa dinilai terbukti melakukan korupsi pencairan L/C (letter of credit atau surat utang) memakai dokumen fiktif ke Pemerintah sehingga menyebabkan kerugian negara senilai Rp1,214 triliun (setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat ini) dan tindak pidana pencucian uang.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Pauline Maria Lumowa alias Erry alias Maria Pauliene Lumowa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua primer," ucap Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tipikor, Senin (24/5) malam.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung yang menginginkan Maria divonis 20 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Agar terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp185,822 miliar jika tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan hukum tetap maka harta bendanya disita jaksa dan dilelang, dalam hal terpidana tidak punya harta maka diganti pidana 7 tahun," lanjut hakim.
Ada sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan Maria. Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan pemerintah, terdakwa beberapa tahun menyandang status DPO (daftar pencarian orang).
Adapun yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, aset terdakwa telah dilakukan penyitaan untuk perkara atas nama terpidana Adrian Herling Woworuntu.
Dalam perkara ini, Maria terbukti melakukan dua dakwaan, yaitu pertama Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Maria terbukti menggunakan perusahaan lain untuk mencairkan L/C dalam mata uang USD dan euro dengan dokumen fiktif dalam beberapa tahap dan seluruhnya disetujui.
Perusahaan itu ada dalam Gramarindo Group, yaitu PT Gramindo Mega Indonesia, PT Magentiq Usaha Esa Indonesia, PT PAN Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo, dan PT Trinaru Caraka Pasific serta menempatkan orang-orang kepercayaannya sebagai direktur di perusahaan-perusahaan itu.
Selanjutnya, Maria meminta para direktur tersebut mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke bank pemerintah yang berlokasi di Kebayoran Baru sehingga seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor.
Setiap pencairan L/C, Maria memberi jatah kepada pejabat bank yang berlokasi di Kebayoran Baru tersbeut, yakni Edy Santoso, Kusadiyuwono, Ahmad Nirwana Alie, Bambang Sumarsono, dan Nurmeizetya dengan besaran yang berbeda-beda.
Setelah itu, uang kredit L/C yang dicairkan, Adrian Waworuntu lalu melakukan pengelolaan dana melalui PT Sagared Team. Dana tersebut untuk membeli saham sebesar 70—80 persen kepemilikan saham di sejumlah perusahaan, membeli tanah di Cakung seluas 31 hektare senilai USD4 juta, dan mentranfser uang ke rekening miliknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: