Bahagia Belajar, Bahagia Mengajar di Tahun Kedua Masa Pandemi Covid-19-2021: Menuju Merdeka Belajar
Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. Ketiga, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Kita perlu memahami bahwa pandemi bukanlah satu-satunya tantangan yang kita hadapi. Di depan, masih membentang sederet tantangan yang akan dan harus kita lalui bersama. Mari kita lalui segala tantangan dengan inovasi dan solusi.
Mari kita ciptakan sejarah yang gemilang dan tak terbantahkan oleh dunia. mewujudkan Merdeka Belajar akan semakin cepat terlaksana. Silih asah, silih asuh, dan silih asih. Saling memintarkan, saling menyayangi, dan saling memelihara, demi satu tujuan: SDM unggul, Indonesia maju.
Dalam konteks tanggung jawab meningkatkan kualitas SDM di atas, diharapkan pengangku kepentingan perlu mengingatkan seluruh sivitas untuk ikut berperan aktif dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi yang bermuara pada lahirnya lulusan yang unggul dan berdaya saing global.
Salah satu tolok ukur yang paling jelas dari performa pelaksanaan tridharma. menggarisbawahi, mengejar peringkat bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara untuk memastikan terus bergerak maju ke depan (moving forward) dalam kompetisi sehat di antara perguruan-perguruan tinggi maju di level nasional, regional bahkan internasional.
Sebab tujuan utama (the ultimate goal) sebagaimana diisyaratkan adalah menyiapkan peserta didiknya menjadi lulusan yang kompetitif, inovatif, dan berkarakter sehingga mereka siap memasuki dunia kerja dan kehidupan yang sesungguhnya.
Riset dan publikasi ilmiah merupakan indikator penting yang menunjukkan kualitas perguruan tinggi. Tak heran, keduanya memiliki bobot penilaian terbesar dalam pemeringkatan PT yang dilakukan oleh Kemenristekdikti, yakni 30%.
Karenanya, perlu untuk terus ditumbuhkan dan dipupuk agar menjadi sebuah kesadaran kolektif (common consciousness) bahwa tugas dosen tidak hanya mengajar, namun juga wajib melakukan riset, publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat-sebagaimana tertuang dalam konsep tridharma perguruan tinggi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim yang beberapa hari lalu mengemban amanah tambahan sebagai Mendikbud Riset dan Teknologi (Ristek)-telah mencanangkan “Merdeka Belajar” sebagai konsep pendidikan nasional sejak akhir 2019. Namun pola itu belumlah cukup.
Seluruh elemen yang berada dalam lingkaran pendidikan dan pembelajaran perlu menambah satu variabel penting; kebahagiaan. Sehingga, proses belajar dan mengajar bisa dilakukan dengan bahagia.
Dengan variabel kebahagiaan, para pelajar akan lebih menikmati proses membangun learning attitude di atas learning skills-nya. Dan para pengajar akan menikmati proses membangun teaching attitude di atas teaching skills-nya, Prosesnya kompleks; bagaimana rumitnya membuat bahan ajar digital?
Informasi dari rekan yang biasa mengolah video, dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk membuat video edukasi berdurasi singkat, mengumpulkan materi, menyusun materi agar easy understanding, meng-input audio, teks, dan visualiasi, hingga editing akhir.
Pada sisi lain, begitu banyak testimoni bahwa PJJ begitu menjemukan bagi anak, plus melelahkan bagi orangtua. Ada beragam cerita dan “derita” yang terungkap di dunia nyata dan maya.
Para guru harus mengemban beban kerja berlebih karena perubahan cara kerja yang signifikan. Padahal mereka juga orangtua, yang harus mendampingi anak-anaknya. Guru juga bisa mengalami penurunan motivasi karena kondisi sosial emosional, serta tak ada akses peningkatan kompetensi.
Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), April 2020, menunjukan banyak murid mengeluhkan PJJ. Alasannya; keterbatasan kuota, peralatan tidak memadai, tak memiliki laptop/PC, tugas berat dan menumpuk dengan limit waktu sempit, hingga kurang istirahat dan kelelahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: