Ternyata Ini Alasan Lansia Kenapa Perlu Rentang Waktu 28 Hari untuk Divaksin Kedua Kalinya
Orang lanjut usia (lansia) memerlukan jarak 28 hari untuk vaksinasi COVID-19 kedua. Ini berbeda dari kategori penerima vaksin berusia 18-59 tahun yang hanya perlu rentang 14 hari.
"Karena pada lansia menurut penelitian, dengan 0-28 hari ternyata antibodi lebih baik, optimal dan lebih tinggi dari 0-14 hari," ujar Ketua Tim Vaksinasi COVID-19 PB IDI, Profesor Iris Rengganis dalam diskusi virtual di Jakarta, Minggu (7/3).
Menurut Konsultan Alergi Imunologi di RSCM/FKUI itu, lansia memerlukan waktu lebih lama membentuk antibodi. Rentang waktu pemberian vaksin kedua 0-14 hari setelah vaksinasi COVID-19 pertama dinilai belum cukup.
Belum lagi ada degenerasi sistem imunitas pada lansia yang menyebabkan pembentukan antibodi lebih lama ketimbang kelompok usia lebih muda.
"Suntikan pertama baru membentuk antibodi. Tetapi belum yang protektif. Antibodi terbentuk sudah mengena virus yang masuk dalam tubuh melalui vaksin. Kemudian perlahan meningkat,'' paparnya.
Pada vaksinasi kedua, barulah antibodi naik ke level protektif atau antibodi netralisasi yang bisa melindungi tubuh dari virus. Vaksin yang diberikan antara dua kategori usia ini sama. Yakni Sinovac dengan dosis 0,5 ml IM yang dimasukkan ke dalam otot melalui suntikan.
Lansia termasuk kelompok usia yang rentan terkena COVID-19 bergejala berat dan meninggal dunia. Data menunjukkan, sebagai 48,3 persen kematian akibat COVID-19 terjadi pada pasien lansia.
Seperti diketahui, Pemerintah sudah memulai program vaksinasi COVID-19 bagi kategori lansia pada 8 Februari 2021 di fasilitas kesehatan. Baik di puskesmas maupun rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
Vaknasinasi bagi lansia ini menjadi tindak lanjut dari dikeluarkannya izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap vaksin. ''Tidak ada efek samping serius maupun kematian yang dilaporkan setelah divaksin. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,'' tuturnya.
Lansia dengan penyakit komorbid terkendali bisa mendapatkan vaksin. Sejauh ini rekomendasi penyakit komorbid yang dibolehkan antara lain penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penyakit hati, diabetes, alergi makanan, asma. Selanjutnya, rhinitis alergi, dermatitis atopi, HIV dengan catatan khusus dokter.
''Juga obesitas, nodul tiroid, penyakit gangguan psikosomatis dan tuberkulosis,'' tukasnya.
Dia menegaskan vaksinasi bukan menghentikan pandemi COVID-19. Melainkan salah satu upaya mencapai kekebalan kelompok dengan target penduduk yang divaksinasi sebanyak 70 persen.
''Untuk masyarakat yang belum divaksinasi atau yang telah divaksin, tetap menjalankan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas),'' pungkasnya.(rh/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: