Positif Covid-19 atau Tidak, Kini Bisa Dideteksi dari Bau Keringat Ketiak Anda

Positif Covid-19 atau Tidak, Kini Bisa Dideteksi dari Bau Keringat Ketiak Anda

Setelah Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogyakarta mengembangkan GeNose untuk mendeteksi Covid-19 melalui embusan napas, hal serupa juga diikuti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) favorit di Jawa Timur itu, berhasil menciptakan I-Nose C-19. Yakni alat yang mampu mendeteksi Covid-19 dari bau keringat ketiak seseorang, bahkan alat ini diklaim merupakan yang pertama di dunia.

Guru Besar Departemen Teknik Informatika ITS sekaligus Ketua Tim Pengembangan I-Nose C-19, Prof Riyanarto Sarno menjelaskan alat screening Covid-19 ini berbasis teknologi kecerdasan buatan.

Pengembangan perangkat lunak alat ini melibatkan mahasiswanya dari jenjang magister dan doktoral selama empat tahun. Penyesuaian dengan virus Covid-19 dikerjakan sejak Maret 2019 lalu.

Dia mengeklaim, I-Nose C-19 adalah alat screening Covid-19 pertama di dunia yang mendeteksi virus melalui sampel bau keringat ketiak (axillary sweat odor) yang diambil dari para suspek.

“Keringat ketiak adalah non-infectious. Artinya, limbah atau udara buangan I-Nose C-19 yang diproses dengan artificial intelligence (AI) tidak mengandung virus Covid-19,” katanya seperti yang dikutip radartegal.com dari suarasurabaya.net.

Profesor yang akrab disapa Ryan itu juga mengeklaim, alat yang dia kembangkan bersama tim itu punya sejumlah kelebihan dibandingkan teknologi screening Covid-19 lain yang sudah ada.

Pertama, kata dia, sampling dan pemrosesan screening bisa dilakukan dengan menggunakan satu alat saja. Sehingga seseorang bisa langsung melihat hasilnya dalam waktu cepat.

“I-Nose C-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP ke alat deteksi cepat Covid-19 ini,” ujar Ryan dalam keterangan resminya.

Data dalam I-Nose C-19, menurutnya juga terjamin handal. Sebab, penyimpanan data alat ini bsia langsung dilakukan di dalam alat yang terintegrasi dengan penyimpanan awan (cloud storage).

Penggunaan cloud computing dalam I-Nose C-19, menurutnya juga memungkinkan alat ini bisa diakses secara langsung oleh publik, pasien, dokter, rumah sakit, maupun laboratorium yang ada.

Tidak hanya itu, dari segi biaya, Ryan menjamin bahwa alat yang dia kembangkan memiliki komponen teknologi dengan harga terjangkau dan pengoperasiannya tidak butuh keahlian khusus.

Scanner ini bisa dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana. Bisa hanya dengan sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar,” katanya.

Saat ini, I-Nose C-19 sudah sampai pada fase satu uji klinis. Ryan bilang, timnya akan terus meningkatkan dan mengembangkan kapasitas data sampling untuk memenuhi syarat izin edar.

Sumber: