Cendol Dawet

Cendol Dawet

Memang itu mubazir sekali. Dilarang agama. Mubazir itu temannya setan.

Tapi kalau perawat dan petugas diizinkan menerima itu belum tentu tidak mubazir. Justru mubazirnya bisa lebih besar: rusaknya manajemen. Lalu berkembang ke arah koruptif. Dan kerusakan seperti itu nilainya jauh lebih besar. Dibanding nilai makanan yang disayang tersebut.

Padahal sistem manajemen yang rusak, sulit sekali dibangun kembali. Prinsip manajemen dalam hal ini memang tidak seiring dengan fekih.

Kenapa tidak dimakan habis saja? Agar tidak mubazir?

Tidak sanggup. Kalau saya lakukan itu justru lebih mubazir lagi: dengan terpaksa makan semua itu kesehatan saya akan memburuk. Harga obat, dokter, dan perawatannya jauh lebih besar –dari nilai makanan itu.

Ini juga soal manajemen. Yakni manajemen kesehatan pribadi.

Mengapa tidak menyuruh orang untuk dikirim ke tempat lain?

Itu keinginan saya yang utama. Tapi tidak ada orang menganggur.

Di RS ini semua sibuk. Mereka konsentrasi penuh. Pasien terlalu banyak. Kamar penuh sekali.

Keluarga saya tidak bisa. Mereka lagi karantina.

Bagi saya perawat lebih penting menyelamatkan pasien. Saya tidak mau mengganggu mereka. Saya juga tidak bisa melongok ke luar pintu.

Saya hanya bisa sedih: makanan dibuang. Maka saya sembah makanan itu sebelum saya buang. Saya minta maaf kepadanya.

Banyak makanan di kamar sebenarnya baik saja. Dulu. Bisa untuk yang menunggu. Atau dibawakan untuk siapa saja. Tapi kali ini beda. Tanpa penunggu. Tanpa penjenguk.

Dan saya ingin kamar ini tetap bersih.

Juga saya ingin badan saya tidak menggembrot –karena makan terus tanpa olahraga. Gerak saya begitu terbatas. Jalan kaki terjauh yang bisa saya lakukan: lima langkah. Dari tempat tidur ke kamar mandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: