Gading Seno

Gading Seno

Pertunjukan itu bisa diikuti siapa saja lewat live streaming.

Seno masih bisa dapat tambahan uang: dari saweran. Yang ingin menyawer bisa menggunakan aplikasi. Nama penyawer muncul di teks yang berjalan di layar. Juga nilai sawerannya. Ada yang menyawer Rp 1 juta. Ada juga yang Rp 100.000. Tapi banyak sekali.

Penonton juga bisa kirim komentar. Yang bunyinya juga muncul di layar.

Seru sekali.

Saya tidak menyangka pergelaran wayang kulit bisa dibuat begitu modern oleh Seno Nugroho.

Dan umurnya tidak panjang.

Seno sebenarnya sudah men-streaming-kan penampilannya sejak 5 tahun lalu. Terutama kalau order show itu di tempat yang link telekomunikasinya memungkinkan.

Karena itu begitu Covid tiba, Seno sudah tidak perlu belajar lagi. Teknologi streaming sudah ia kuasai.

Awalnya bukan untuk siap-siap ada Covid. Tapi agar bisa dimasukkan ke YouTube. Dan memang sejak masuk YouTube popularitasnya kian berkibar. Pula dapat menghasilkan tambahan dari YouTube-nya yang laris.

Ketika Covid datang, Seno sepi. "Semua order batal," ujar Gunawan Widagdo, admin Seno Nugroho.

Itu hanya sebulan. Seno lantas berpikir untuk tetap eksis. Seniman tidak bisa berhenti berkreasi. Seperti juga Kirun.

Seno juga memikirkan tim-nya yang begitu besar. Yang semuanya menganggur. Maka ia mengajak tim untuk show di rumahnya saja. Disiarkan secara streaming.

Rumahnya yang di dekat kali itu ada pendapanya. Di situlah gamelan disusun. Layar-kelir dibentang. Bolo Seno –fans club Seno– diberi tahu. Kalau kangen nonton wayang bisa lihat di aplikasi.

"Begitu diumumkan, order untuk show masuk terus. Antre," ujar Gunawan.

Sampai pun Seno kelelahan. Lima bulan penuh kebanjiran order. Sampai ia meninggal dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: