Rindu Keluarga, Para ABK Pemalang yang Tertahan di Marshall Rela Rogoh Rp350 Ribu Demi 5 GB Paket Internet
Sebanyak 35 ABK Indonesia masih tertahan di negara kepulauan Marshall karena pandemi Covid-19. Wabah telah menghentikan aktivitas penerbangan. Puluhan pekerja kapal ini pun tak bisa pulang ke Tanah Air meski kontrak kerja sudah tidak lagi mereka kantongi.
Dari 35 ABK tersebut, 15 orang di antaranya berasal dari Kabupaten Pemalang. Masing-masing dari mereka ada yang baru satu bulan habis kontrak, ada yang tiga bulan, bahkan ada pula yang sudah lima bulan. Kini mereka masih bertahan di sekitar Pelabuhan Majuro.
Jurnalis radartegal.com kemudian mencoba menghubungi Bambang Irawan, satu di antara puluhan ABK yang berada di sana. Bambang berasal dari Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang. Ia bersedia meluangkan waktu berbincang-bincang dengan radartegal.com melalui sambungan telepon.
"Semua sudah ingin pulang," kata Bambang mengawali obrolan, Jumat (15/1) siang.
Bambang bilang, selama berada di Majuro, para pekerja kapal tinggal di sebuah bangunan berlantai dua yang sederhana. Dia menyebutnya mess. Namun karena kemudian dirasa sempit, lantai atas yang sebelumnya gudang kini diubah jadi tempat tidur agar bisa menampung seluruh personel.
Di sana dia sudah tidak bekerja dan tidak lagi menerima gaji. Meski masih mendapatkan jatah makan, untuk keperluan lain dia harus merogoh kantong pribadi. Beruntung Bambang masih memiliki sisa gaji terakhir yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Kebutuhan lain itu misalnya untuk membeli paket internet agar bisa berkomunikasi dengan keluarga. Diakui Bambang, meski harga paket internet cukup mahal, dirinya tetap harus membeli agar bisa mengobati rasa kangen dengan keluarga.
"Di sini paket internet mahal, 5 GB untuk 15 hari harganya 25 Dolar AS," ujar Bambang.
Jika dirupiahkan, 25 dolar yang disebutkan Bambang berdasarkan kurs saat ini kurang lebih setara dengan Rp350 ribu. Meski di tempat mereka tinggal terdapat wifi, namun menurutnya tetap harus membayar untuk mendapatkan pasword.
Bambang bercerita, untuk mendapatkan uang, kadang-kadang para ABK ikut bekerja membongkar ikan di pelabuhan. Namun yang dibutuhkan hanya 3-6 orang. Di samping itu, membongkar ikan hanya bisa dilakukan empat kali dalam tiga minggu atau bila ada kapal datang, dengan gaji 1 Dolar AS per jam.
"Saya sendiri tidak bekerja, karena butuhnya 3-6 orang maka kita kasihkan ke teman-teman yang di sini sudah lama, dapat gaji satu dolar per jam dan dibayarkan jika sudah empat kali bongkaran," ucapnya.
Pihak agensi, menurut Bambang sudah memberi penawaran perpanjangan kontak. Namun menurutnya hanya diberi kertas fotokopi berstempel tanpa materai.
"Setiap bulan datang surat penawaran perpanjangan kontak, tapi fotokopi stempel saja tanpa materai, tanggalnya juga berbeda-beda, itu yang membuat saya bingung, beberapa ada yang tanda tangan, beberapa tidak, dan saya tidak mau perpanjang kontrak," ungkapnya.
Tidak ada pilihan lain, para ABK kini hanya berharap segera menginjakkan kaki ke kampung halaman. Saking besarnya keinginan untuk pulang, mereka sempat membuat rekaman video berisi permohonan untuk dijemput. Video mereka pun kemudian viral. (sul/ima)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: