Daerah Jangan Persulit Investasi dengan Aturan Berbelit-belit

Daerah Jangan Persulit Investasi dengan Aturan Berbelit-belit

Kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diminta untuk tidak membuat peraturan yang memberatkan masyarakat. Diharapkan, fungsi DPRD di masa pandemi Covid-19 ini harus bersinergi dengan pemerintah daerah.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Muhammad Hudori menyampaikan, DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah memiliki fungsi penyusunan regulasi (Perda), fungsi penganggaran dan pengawasan.

Hudori melanjutkan, konsepsi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di daerah harus mudah dipahami. Tidak menimbulkan birokrasi yang berbelit dan beban administrasi bagi publik atau masyarakat.

“Dalam rangka percepatan perizinan berusaha untuk peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha di daerah, perlu dilakukan penyederhanaan terkait jenis dan prosedur perizinan,” ujar Hudori.

Terkait dengan perizinan berusaha, Hudori menambahkan, bahwa disaat pandemi ini banyak warga negara yang menganggur sebagai imbas dari pemutusan hubungan kerja.

Untuk itu, pemerintah berupaya bagaimana membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, salah satunya melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

“Undang-Undang Cipta Kerja ini sebetulnya bertujuan untuk mendorong upaya penyiapan lapangan kerja bagi para pencari kerja dan pengangguran. Kemudian menata agar birokrasi yang berbelit menjadi tidak berbelit-belit, waktu proses penerbitan izin bisa menjadin lebih cepat dan biaya pengurusan pun dapat ditekan. Maka dari itu perlu dilakukan penyederhanaan,” paparnya.

Lebih lanjut lagi, DPRD diharapkan dapat bersinergi dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan dan mensosialisasikan secara masif tujuan dan niat baik adanya Undang-undang Cipta Kerja kepada masyarakat.

“Undang-Undang Cipta Kerja itu kalau dilihat ujungnya justru banyak menguntungkan, cuma persoalannya ini banyak berita yang tidak tepat, sehingga orang tidak bisa memastikan mana draft asli mana daft palsu. Undang-Undang Cipta Kerja ini bisa berdampak positif bagi perekonomian,” imbuh Sekjen Kemendagri.

Terpisah, pemerintah saat ini terus melakukan akselerasi pembahasan dan penyelesaian 44 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang terdiri dari 40 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres). Saat ini, sudah ada 30 peraturan pelaksanaan (27 RPP dan 3 RPerpres) yang diunggah di Portal UU Cipta Kerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menargetkan pada akhir November atau awal Desember 2020, seluruh RPP dan RPerpres yang memerlukan masukan dari masyarakat atau publik,sudah bisa di-upload dan diakses masyarakat melalui Portal UU Cipta Kerja. Sehingga masyarakat bisa memberikan masukan untuk penyempurnaan RPP dan RPerpres tersebut.

Dengan demikian, masih ada 14 peraturan pelaksanaan (13 RPP dan 1 RPerpres) yang masih belum diunggah ke Portal UU Cipta Kerja, terutama yang masih dalam proses harmonisasi dan sinkronisasi substansinya antar kementerian dan lembaga.

Memang tidak semua RPP yang substansinya memerlukan masukan dari masyarakat, seperti misalnya RPP mengenai Penetapan Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi, yang pokok-pokoknya sudah ditetapkan di UU Cipta Kerja dan Pemerintah tinggal menetapkan ke dalam PP.

Khusus RPP yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan (4 RPP), saat ini masih dilakukan pembahasan di Tim Pembahas Tripartit Nasional. Sedangkan RPP terkait dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian, saat ini subtansi RPP telah selesai dibahas dan sedang dilakukan sinkronisasi antar kementerian dan lemabaga dan asesmen terhadap konsistensi pengaturan perizinan di masing-masing sektor, untuk menghindari tidak sinkronnya kebijakan.

Sumber: