KPK Tambah 19 Posisi dan Jabatan Baru, Bambang Widjojanto Curiga Bagian dari Jaringan Kroni dan Nepotisme
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) struktur organisasinya. Saat ini ada tambahan 19 posisi dan jabatan baru. Perubahan ini pun mendapat sorotan tajam.
Perubahan struktur baru KPK diatur dalam Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Peraturan ditandangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan mulai 11 November 2020.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadana menilai penambahan posisi dalam struktur KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang (KPK). Sebab pasal 26 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019.
Artinya bidang-bidang yang ada di KPK seharusnya masih seperti sedia kala, yakni Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
"Namun yang tertuang dalam Perkom Nomor 7 Tahun 2020 malah terdapat beberapa penambahan, seperti Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat, dan Bidang Koordinasi dan Supervisi. Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK," ujarnya, Rabu (18/11).
Dia pun menilai produk hukum internal KPK ini sangat rentan untuk dibatalkan melalui uji materi di (Mahkamah Agung). ICW juga mempertanyakan efektivitas struktur baru KPK.
"Mestinya saat ini KPK memfokuskan pada perbaikan kinerjanya sendiri, ketimbang merombak susunan internal yang sebenarnya bertentangan dengan undang-undang dan efektivitasnya juga dipertanyakan," katanya.
Anggota Komisi III DPR, Supriansa meminta agar perubahan struktur di tubuh KPK tidak melanggar aturan yang ada.
"Jika penambahan struktur itu dibutuhkan demi meningkatkan kinerja KPK ke depan, saya kira bisa dipahami. Karena itu, saya berharap penambahan struktur juga perlu diantisipasi, jangan sampai melanggar konstitusi KPK itu sendiri," katanya.
Diakui Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) Partai Golkar ini, memang perubahan struktur KPK tidak perlu atas persetujuan Komisi III. Kecuali, jika yang direvisi adalah UU KPK. "Jika UU-nya yang direvisi, itu harus melalui Baleg DPR," jelasnya.
Terlepas dari itu, baginya yang terpenting eksistensi KPK harus tetap didukung dalam memberantas korupsi. "Prinsipnya, kalau saya eksistensi KPK perlu kita dukung dengan misi tegas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," ucapnya.
Mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto (BW) menyoroti tambahan staf khusus dalam tubuh KPK. Dia menilai pembentukan struktur organisasi KPK sekarang tidak berbasis pada kajian naskah akademik dan riset yang akuntabel serta meniadakan prinsip kaya fungsi-miskin struktur.
"Lihat saja dengan adanya staf khusus. Dipastikan, itu adalah cara pimpinan KPK membuat legalisasi masuknya pihak yang kredibelitasnya tidak pernah diuji," imbuhnya.
Dia pun mencurigai staf khusus adalah bagian dari jaringan kroni dan nepotismenya. Sebab, jabatan staf khusus tidak ada dalam tradisi KPK sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: