Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, DPR Bisa Contoh Perda Kearifan Lokal di Papua

Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, DPR Bisa Contoh Perda Kearifan Lokal di Papua

RUU Minuman Beralkohol yang tengah di bahas DPR RI mendapat sejumlah dukungan. Salah satunya dari PKS. Meskipun banyak mendapat tekanan dan kontra, regulasi yang lebih ketat dalam penjualan dan konsumsi dianggap penting.

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan akan konsisten memperjuangkan RUU Minuman Beralkohol (RUU Minol). Diketahui RUU ini diusulkan oleh lintas Fraksi termasuk Fraksi PKS di dalamnya.

“Fraksi PKS memiliki pertimbangan matang mengusulkan regulasi yang mengatur lebih ketat dan tegas penjualan, peredaran, dan konsumsi minumal beralkohol di Indonesia baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis,” ungkap Jazuli.

Pertama, secara filosofis tujuan bernegara melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum. Termasuk di dalam tujuan tersebut mewujudkan masyarakat yang sehat dan bermartabat.

Secara yuridis, berbagai peraturan perundang-undangan telah membatasi dan mengawasi penjualan dan peredaran minuman beralkohol. Namun dinilai belum kuat menegaskan politik hukum untuk membatasi peredaran minuman beralkohol yang realitasnya semakin bebas dijual dan dikonsumsi masyarakat bahkan remaja hingga anak-anak.

Selanjutnya, secara sosiologis minuman beralkohol atau minuman keras lebih banyak membawa mudhorot baik bagi kesehatan maupun dampak sosial seperti kejahatan/kriminalitas.

Menurut Anggota Komisi I DPR ini, pada pembahasan pendahuluan di periode lalu prinsipnya semua Fraksi setuju ada pembatasan penjualan dan peredaran minimal beralkohol. Dijual di tempat terbatas dan untuk kalangan atau tujuan terbatas.

Tapi realitasnya marak kita temui miras bisa dibeli atau diperoleh bebas oleh remaja bahkan dibuat sendiri dari bahan berbahaya. Pun maraknya kriminalitas umumnya berangkat dari penengguk miras.

“Melalui RUU ini kita ingin mempertegas aturan tersebut lebih ketat, lebih jelas, lebih memiliki kepastian hukum mulai dari jenis, pembatasan, hingga sanksi penyalahgunaan atau pelanggaran minuman beralkohol. Dan ini adalah kewajiban negara untuk melindungi masyarakat dan menciptakan kamtibmas,” ujar Jazuli.

Senada, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung bila seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mencontoh kearifan lokal yang ditetapkan menjadi Peraturan Daerah di Papua.

HNW, sapaan akrabnya, yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI ini menilai perda-perda yang berlaku di Papua itu, seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi DPR RI dan Pemerintah Pusat soal perlunya upaya menyerap kearifan lokal daerah dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang sudah dibahas di DPR sejak 2009.

“DPR dan Pemerintah perlu lebih bijak dan cermat, turun ke daerah dan melihat bagaimana sikap Pemda Papua dan DPRD Papua, serta masyarakat disana terkait adanya peraturan daerah larangan minol ini,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (14/11).

Lebih lanjut, HNW menjelaskan bahwa pelarangan minuman beralkohol di Papua dilakukan sejak diberlakukannya Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol oleh DPRD Papua dan Gubernur Papua Lukas Enembe.

Bahkan, di kabupaten yang sering disebut sebagai kota Injil yaitu Manokwari (Provinsi Papua Barat) sudah memiliki Perda sejenis sejak 2006.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: