Politisi PKS Sebut Ada Celah Liberalisasi di UU Omnibus Law, Jubir Prabowo: Tidak Benar Inhan Bisa dan Diberik
Ia melanjutkan, ada BUMN plat merah dengan core bisnis sesuai niat awal didirikan ialah bahan peledak, malah bisnis sektor militer hanya Rp92,6 milliar artinya kurang dari 5 persen dari total pendapatan tahun 2018 yang mencapai Rp1,9 triliun.
Pendapatan usaha perusahan paling besar berasal dari usaha tambang umum dengan nilai Rp1,16 triliun, konstruksi sebesar Rp518 miliar dan sektor migas Rp213 miliar. Nama BUMN itu PT Dahana,” pungkasnya.
Sukamta kemudian mengingatkan bahwa, dalam konteks bisnis pembukaan peluang swasta dalam bisnis alat utama pertahanan menarik namun perlu di ingat bahwa membuka bidang usaha tertutup dan strategis ini ibarat mata pisau. Bisa jadi pertahanan Indonesia semakin kuat atau sebaliknya tumpul.
“Bab perizinan industri pertahanan kini tidak lagi dibawah Kemenhan. Kemenhan hanya jadi pengawas. Maka, soal izin ini harus ketat, tegas dan terukur. Agar bisa sesuai tujuan yaitu memperkuat pertahanan Indonesia. Jangan sampai liberalisasi industri pertahanan ini membuat ada kekuatan militer tidak resmi diluar institusi militer Indonesia. Kita harus belajar dari pengalaman negara-negara lain yang membebaskan industri pertahanannya. Akibatnya ada kekuatan yang sulit dikendalikan diluar institusi militer negara.” papar Anggota Komisi I DPR RI ini.
Pro kontra mengenai UU Omnibus Law masih terus berlanjut, setelah perkara jumlah halaman kini mulai ke hal substansi pasal-pasal yang telah disetujui. Salah satu yang ramai diperbincangkan ialah masuknya Industri swasta dalam industri alat utama. Pemerintah berdalih cara ini bisa menggairahkan industri.
Sebelumnya, jurubicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menjawab soal industri pertahanan di UU Cipta Kerja. Menurutnya, RUU Cipta Kerja klaster pertahanan merevisi beberapa pasal dari UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menjadikan sektor ini dinamis dan progresif untuk investasi.
Menurutnya, banyak swasta yang ingin masuk ke industri pertahanan. Dengan UU Cipta Kerja, swasta bisa berkontribusi. "Dengan revisi Pasal 11 dari UU Industri Pertahanan melalui UU Ciptaker, menjadikan mereka berkreativitas, dan berinvestasi lebih besar bagi pertahanan negara," sebut Dahnil.
Ia mengajak semua pihak melihat UU No 16 yang dibuat 8 tahun lalu. Saat itu, kata dia, kondisi BUMSwasta lokal bidang pertahanan belum dinamis seperti sekarang.
Terkait adanya kemungkinan perubahan daftar negatif investasi (DNI), itu nantinya di ranah peraturan pemerintah di mana nanti Kemhan tetap menjadi kendali regulasi dan pengawasan, dan tentu Kemhan tegas berdiri bagi kepentingan nasional.
Industri alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalnhankam) dari hulu sampai hilir tetap dikontrol penuh oleh Kemenhan. Aturan teknis mengenai hal ini bakal dituangkan dalam aturan turunan seperti perpres, PP, atau kepmenhan.
"Perlu dipahami, perubahan industri pertahanan di UU Ciptaker ini sudah sesuai dengan instruksi Pak Presiden dalam HUT TNI ke-75, di mana untuk menguasai lompatan teknologi terkini kita harus mengubah kebijakan belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan. Jadi tidak benar bahwa inhan (industri pertahanan) kita bisa dan diberikan kepada asing. Kemhan yang 'mengendalikan-mengatur' terkait inhan di Indonesia," tandasnya. (khf/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: