Kecewa Merasa Dibohongi Pemerintah dan DPR, Buruh Ramai-ramai Siapkan Gugatan

Kecewa Merasa Dibohongi Pemerintah dan DPR, Buruh Ramai-ramai Siapkan Gugatan

Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) menjadi UU Cipta Kerja, Senin (5/10). Pengesahan itu membuat para buruh kecewa. Buruh merasa dibohongi.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyebut para buruh merasa kecewa dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR telah membohongi buruh yang telah menyuarakan aspirasinya.

"Kami kecewa, kami merasa pemerintah dan DPR membohongi kami, yang kami perjuangkan tidak diakomodir hanya parsial, pasal-pasalnya dipotong," katanya, Selasa (6/10).

Menurutnya UU Cipta Kerja sangat buruk dan jauh dari harapan buruh. Dia juga mengatakan pemerintah dan DPR tak transparan dalam membahas dan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

"Transparan ketika diskusi di draftnya tapi di keputusan dan ketika menteri menyerahkan perubahan kita tidak diberitahu," ungkapnya.

Untuk itu, dikatakannya, KSBSI akan menggelar aksi pada 12-14 Oktober 2020 mendatang. KSBSI juga mengaku sedang mempersiapkan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Terkait Telegram Kapolri yang melarang berujuk rasa, dia menilai sangat intimidatif.

"Iya, jangan intimidatif. Menyampaikan aspirasi diatur kok dalam UU. Seharusnya tidak disahkan kalau memang mengantisipasi penyebaran COVID," katanya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyangkal bila RUU Cipta Kerja tidak melibatkan publik dalam pembahasannya. Bahkan pihak-pihak yang dilibatkan meliputi serikat pekerja, pengusaha dan akademisi.

"Pemerintah menegaskan sekali lagi bahwa proses penyusunan RUU Cipta Kerja telah melibatkan partisipasi publik. Untuk klaster ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan mengundang pemangku kepentingan ketenagakerjaan apakah itu serikat pekerja/buruh, pengusaha bahkan mengundang akademisi dari perguruan tinggi dan mendengarkan aspirasi dari International Labour Organization (ILO)," tegasnya dalam keterangan tertulisnya.

Dikatakannya, ketika Presiden Joko Widodo memutuskan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja pada 24 April 2020, maka Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memanfaatkan momentum itu untuk mengundang perwakilan serikat pekerja/buruh dan APINDO yang tergabung dalam Tripartit Nasional demi memperdalam rumusannya.

"Hasil dari pendalaman oleh Tripartit tersebut kemudian menjadi dasar pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, yang disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada Senin (5/10) kemarin," ungkapnya.

Dikatakannya, sangat prematur jika ada yang menganggap UU Cipta Kerja rawan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja ini rentan terhadap PHK bagi pekerja atau buruh. RUU Cipta Kerja ini justru ingin memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja atau buruh, utamanya perlindungan bagi mereka yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: