Kecewa Merasa Dibohongi Pemerintah dan DPR, Buruh Ramai-ramai Siapkan Gugatan
Malahan, kata Menaker, dalam rangka perlindungan kepada pekerja yang menghadapi PHK, UU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK. Selain itu, UU itu tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja dan buruh memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.
Cipta Kerja juga semakin mempertegas pengaturan mengenai "upah proses" bagi pekerja selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht), sebagaimana amanat Putusan MK No.37/PUU-IX/2011.
Menurutnya, adanya pro-kontra terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan hal wajar dalam dinamika sosial dan demokrasi. Namun demikian, pada akhirnya pemerintah harus memutuskan dan menyiapkan draf yang akan dibahas bersama DPR.
"Kami semampu mungkin berusaha keras mendekatkan pandangan antara teman-teman serikat pekerja/buruh dengan teman-teman pengusaha," katanya.
Ida mengatakan pada akhirnya akomodasi pandangan itu didengarkan dengan baik oleh DPR. Dia juga memberikan apresiasi kepada DPR Yang menyiarkan secara terbuka proses pembahasan RUU Cipta Kerja termasuk klaster ketenagakerjaan.
Pakar hukum tatanegara Margarito Kamis mendorong agar masyarakat atau buruh yang menolak UU Cipta Kerja mengajukan judicial review (JR) atau uji materi ke MK.
Menurutnya, dari sudut ilmu hukum, nama UU Cipta Kerja dan muatannya sudah bermasalah. Sebab, UU Cipta Kerja menggugurkan muatan dalam undang-undang yang lain.
"Dalam ilmu hukum, tidak ada yang mengatur seperti UU Cipta Kerja. Yaitu, satu undang-undang menggugurkan banyak undang-undang yang lain. Seharusnya, jika ingin mengganti UU, harus membuat UU baru," katanya.
Dia juga mengatakan dari sisi konstitusi, UU Cipta Kerja jelas bermasalah. Sebab, UU yang menggunakan sistem omnibus law yang tidak memberikan kepastian hukum.
"Bisa saja pada saat tertentu menggunakan UU omnibus law dan pada waktu berbeda menggunakan UU yang lain," ujarnya.
Karenanya dia mendorong masyarakat mengajukan judical review. MK pun harus mengambil keputusan agar kondisi bangsa tidak semakin kacau. MK harus memastikan apakah UU itu masuk akal dan sudah sesuai dengan konstitusi.
’’Saya berpendapat ini tidak sesuai konstitusi. Kenapa tidak sesuai, karena UU itu ingin menciptakan ketidakpastian hukum,” tegasnya.
Ketua DPR Puan Maharani pun meminta bagi pihak yang tidak puas dipersilakan mengajukan judicial review ke MK.
"DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat UU tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa Undang Undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," ujarnya.
Pengesahan UU tersebut menurutnya, melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: