Pembebasan Nazaruddin Harus Dianulir, Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Yasonna Laoly
Dikatakannya, model pemberian remisi semacam ini, akan membuat pelaku korupsi tak memiliki efek jera. "Keputusan Kemenkumham memberikan remisi pada Nazaruddin seakan mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi," katanya.
Selain korupsi, Nazaruddin juga dinilai tak memiliki kelakuan baik. Sebab pada akhir 2019 Ombudsman menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel napi lain.
Jika temuan ini benar, semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012. "Ditambah lagi poin berkelakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," katanya.
Untuk itu, ICW mendesak Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk membatalkan keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin.
"Kami juga meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan," katanya.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai berdasarkan Permenkumham, Nazaruddin memang mempunyai hak untuk mendapatkan bebas bersyarat. "Cuti itu masih bagian dari pembinaan sebelum yang bersangkutan bebas," jelasnya.
Namun, pemberian pembebasan bersyarat ini harusnya didasari oleh pertimbangan sosiologis. Termasuk, mengingat bagaimana saat Nazaruddin kabur dari kejaran KPK ke luar negeri.
"Artinya kan dia tidak kooperatif, ya. Kemudian, dia cenderung mencari kesalahan orang yang akhirnya menimbulkan ketidakadilan hukum," tegasnya.
"Ada beberapa orang yang diseret dia. Itu semua dalam perspektif tertentu dianggap bagus tapi kemudian bisa dibilang menjadi bagian balas dendam," tambahnya.
Diketahui, Nazaruddin keluar dari LP Klas I Sukamiskin pada Minggu, 14 Juni. Pemberian cuti ini diberlakukan hingga selesainya masa tahanan pada 13 Agustus.
"Pada hari Minggu, 14 Juni 2020, Pukul 07.45 WIB dikeluarkan satu orang WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) atas nama M. Nazaruddin untuk melaksanakan Cuti Menjelang Bebas," kata Kadivpas Kanwil Kemkumham Jawa Barat, Abdul Aris dalam keterangannya, Selasa (16/6).
Adapun dasar dikeluarkan Nazaruddin dari lapas karena dia telah mengantongi Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: PAS-738.PK.01.04.06 Tahun 2020 tertanggal 10 Juni 2020 tentang Cuti Menjelang Bebas.
Nazaruddin merupakan terpidana dua perkara, yaitu korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan suap proyek pengadaan yang dilakukan oleh PT Duta Graha Indah serta tindak pidana pencucian uang. Total hukuman Nazaruddin adalah 13 tahun penjara dan akumulasi denda sebesar Rp1,3 miliar.
Pada kasus Wisma Atlet, Nazaruddin terbukti menerima suap Rp4,6 miliar dari mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Setelah divonis hakim, hukuman itu juga diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 7 tahun dan denda Rp300 juta.
Lalu vonis Nazaruddin ditambah 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: