Kedepankan Persuasif, Sanksi Pelanggar New Normal Bisa Dipidana 1 Tahun 4 Bulan

Kedepankan Persuasif, Sanksi Pelanggar New Normal Bisa Dipidana 1 Tahun 4 Bulan

Untuk memperlancar penerapan new normal, Kapolri Jenderal Idham Azis telah menerbitkan surat telegram. Dalam telegram tersebut Kapolri memerintahkan kepada Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) untuk membuat aturan kepada pelaku usaha hingga pekerja.

"Hari ini Kapolri telah mengeluarkan ST Nomor 249 tanggal 28 Mei 2020 untuk mengimplementasikan skenario kehidupan normal baru atau new normal dalam rangka mempercepat penanganan COVID-19," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.

"Dengan memerintahkan para Kasatwil untuk membuat pengaturan pencegahan penularan COVID-19 terhadap pengelola tempat kerja, pelaku usaha, pekerja, pelanggan, atau konsumen dan masyarakat melalui adaptasi perubahan pola hidup pada situasi COVID-19," imbuhnya.

Dijelaskan Ramadhan, telegram itu merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

Selain itu, Kapolri juga meminta jajarannya berkoordinasi dengan instansi lain dalam menjaga kedisiplinan masyarakat menerapkan aturan new normal.

"Kapolri melalui ST tersebut juga meminta para Kasatwil berkoordinasi dengan TNI dan stakeholders lainnya untuk bersama-sama dengan Polri melakukan upaya pendisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan sesuai ketentuan di tempat keramaian, pariwisata, tempat kerumunan massa, sentra ekonomi, pasar, mal, dan area publik lainnya melalui imbauan dan peringatan secara humanis menuju kehidupan 'new normal'," ujarnya.

Dalam telegram itu, Kapolri juga memerintahkan jajarannya mengedepankan upaya persuasif. Meski begitu, sanksi juga akan tetap dijatuhkan bagi masyarakat yang tidak patuh.

"Namun bagi masyarakat yang melanggar aturan atau melawan petugas dapat dikenai Pasal 212 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp4.500," katanya.

Sedangkan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah jangan tergesa-gesa melakukn pelonggaran pembatasan. Pemerintah harus bisa belajar dari beberapa negara lain.

Dicontohkannya, Wuhan, di China. Wuhan dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan. Wilayah tersebut merupakan episentrum awal COVID-19 dan membuka lockdown setelah terjadi penurunan kasus yaitu hanya 3 kasus positif dalam 3 pekan terakhir.

"China melakukan unlock setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus," katanya.

Contoh kedua, yaitu Jerman. Negara tersebuut mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk menggelar kembali liga bundesliga tanpa penonton. Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif.

"Data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebutkan tingkat infeksi berada di angka 0,65. Meskipun 'lockdown' dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan," ujar politisi Demokrat ini.

Contoh lainnya, Denmark yang mulai melonggarkan "lockdown" dan membuka sekolah secara bertahap, setelah tingkat penularan turun menjadi 0,7 (berdasarkan data Statens Serum Institute).

Sumber: