Pada waktu itu datanglah 25 perjaka dari berbagai daerah dengan sejumlah pengiringnya. Untuk menghormati keberanian mereka dibuatlah perkemahan, tiap perjaka diberikan satu kemah sehingga ada 25 kemah di gunung selatan.
Tentu saja pada zaman itu belum ada kata kemah. Yang lazim adalah kata candi yang berarti ‘rumah’. Jadi, dalam waktu singkat berdirilah dua puluh lima candi di gunung selatan.
BACA JUGA: Asal Usul Tradisi Sintren Tegal, Kesenian Lokal yang Dikenal Kental dengan Nuansa Mistis
Ki Gede Sebayu membuka sayembara itu dengan doa yang khusyuk. Kemudian menegaskan kepada seluruh peserta sayembara agar tampil dengan jiwa satria. Setiap peserta disediakan waktu sehari penuh untuk melaksanakan tugasnya.
Pada malamnya, mereka dihibur dengan seni kentrung, seni mendongeng hikayat dengan iringan musik seperti rebana dan kendang. Lakon yang dipilih adalah Hikayat Putri Joharmanik dari Negeri Bagdad. Konon, Putri Joharmanik adalah citra seorang gadis yang cantik, cerdas, dan cekatan.
Pada hari-hari terakhir, tontonan itu semakin meriah. Orang-orang semakin penasaran hendak mengetahui sang pemenang. Pada hari terakhir, suasana semakin tegang. Ki Gede Sebayu terus komat-kamit berdoa.
Wajah Nini Jayanti pun memucat. Matanya meredup menahan tangis sambil bergayut ke pundak ibunya. Pikirnya, jagan-jangan suara gaib itu tipuan jin dan setan. Kalau tak ada yang menang, bagaimanakah nasibnya?
BACA JUGA: Asal Usul dan Fakta Unik Tradisi Sedekah Laut di Jawa
Menjelang sore datanglah seorang santri diiringi sejumlah remaja yang santun-santun. Dia mengaku bernama Ki Jadug dan memohon izin mengikuti sayembara. Dia terlambat karena memang baru saja mendengar kabar di perjalanan.
Sejenak Ki Jadug berpamitan untuk berwudu, lantas bersembahyang dua rekaat disaksikan seluruh penonton yang berdebar. Ada yang kontan ikut berdoa. Ada yang mengusap air mata. Ada yang tersenyum kecut. Ada juga yang secara lirih mengejeknya.
Tidak lama kemudian, tampaklah Ki Jadug mengayunkan kampaknya dengan jurus silat yang hebat. Ternyata pada ayunan kelima terdengarlah gemuruh angin lesus dan bumi pun berguncang.
Orang-orang berlarian menjauhi gelanggang. Pada saat itulah pohon jati raksasa roboh perlahan-lahan tanpa menyentuh seorang pun di sekitarnya.
BACA JUGA: Asal Usul Bendungan Danawarih Tegal, Saksi Keunikan Sejarah Terbentuknya Kabupaten Tegal
Lantas terdengarlah sorak sorai berkepanjangan. Setelah mereda, berkatalah Ki Gede Sebayu kepada segenap orang yang hadir.
“Saudara-saudaraku, saksikanlah, takdir Allah menetapkan Ki Jadug menjadi Suami Nini Jayanti. Upacara pernikahan akan dilaksanakan dengan syariat Islam dan adat yang pantas.