RADAR TEGAL - Mitos seputar mustahilnya pembangunan jembatan penghubung antara Jawa dan Bali telah melingkupi masyarakat dalam waktu yang lama.
Bagi masyarakat Bali, Pulau Bali bukan sekadar pulau biasa, ia dianggap suci dan harus dijaga dengan segala cara untuk mempertahankan kemurnian dan keasriannya.
Konon, jika jembatan penghubung tersebut terwujud, ancaman bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung akan menghantui, mengacaukan keseimbangan alam Pulau Bali.
Keyakinan bahwa pulau itu adalah tempat para dewa bersemayam semakin meneguhkan keberatan terhadap gagasan pembangunan tersebut, mengklaim bahwa hal itu akan mengganggu ketenangan para dewa dan membawa malapetaka.
BACA JUGA:Sungai Kapuas Mitosnya Terdapat Siluman Naga Bernama Puake, Ceritanya Bikin Merinding
Mitos jembatan penghubung antara Jawa dan Bali
Namun, apakah mitos ini berlandaskan kebenaran ilmiah? Menurut para ahli, argumen tersebut kurang memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Selat Bali, tempat yang akan dihubungkan oleh jembatan, memiliki lebar sekitar 5 kilometer dan kedalaman sekitar 20 meter.
Teknologi yang ada saat ini seharusnya memungkinkan pembangunan jembatan dengan mempertimbangkan karakteristik geografis tersebut. Tapi, tentu saja, tantangan besar muncul dalam hal biaya dan waktu.
Tantangan yang menghambat pembangunan
Kemajuan teknologi sejatinya mempermudah banyak hal, termasuk dalam proyek pembangunan seperti jembatan penghubung Jawa-Bali ini. Meski demikian, ada sejumlah faktor yang menjadi penghalang utama hingga saat ini.
BACA JUGA:Inilah 5 Mitos Konsumsi Gula yang Banyak Disalah Kaprahkan Orang, Warganet: Emang Bisa Bikin Gemuk?
1. Faktor ekonomi
Pembangunan jembatan Jawa-Bali membutuhkan dana besar, diperkirakan mencapai Rp. 200 triliun. Sejumlah besar uang ini tentu akan menjadi beban berat bagi pemerintah Indonesia yang memiliki prioritas dan kebutuhan mendesak lainnya.
2. Faktor teknis