RADAR TEGAL - Perihal bunga pinjol yang dinilai terlalu tinggi, OJK dimintai ambil langkah menangani kasus tersebut.
Dengan pinjol yang sudah sangat melekat dan banyak beredar di masyarakat, membuatnya ramai digunakan masyarakat Indonesia.
Namun layaknya pinjaman uang pada umumnya, layanan pinjaman online juga mengenakan sistem bunga yang biasa disebut bunga pinjol.
Hal ini mengundang salah satu perhatian Direktur Ekonomi Digital dan Ekonomi Celios. Nailu huda menjelaskan bahwa persoalan bunga pinjol tersebut terjadi karena minimnya informasi.
BACA JUGA:Pinjol Legal Harapkan 3 Hal ini Diketahui Nasabah atau Debitur saat Mengajukan Pinjaman
Beliau menulis dalam sebuah keterangan yang isinya "Tidak ada informasi yang transparan perihal biaya bunga, layanan asuransi serta denda. Informasi tentang bunga hanya diperlihatkan 0.4% tanpa ada keterangan yang lebih jelas apakah itu per hari, per minggu, atau per tahun.
Atas informasi bunga yang "parsial" tersbut, survei yang dilakukan APJII menampilkan faktor utama peminjam di pinjol dikarenakan bunga yang rendah. Padahal jika dibandingkan dengan bunga milik lembaga keuangan lainnya, bunga dari pinjol pertahunnya bisa sanga tinggi. Dengan bunga 0.4%, bunga pinjol pertahun dapat mencapai 144% atau 1,4 kali dari polol pinjaman."
Poin yang sangat mencolok dari pernyataan diatas ialah bunga pinjol yang per tahunnya dapat menyentuh angka 144% atau 1,4 kali dari pokok pinjaman.
Hal ini berarti nasabah harus membayar bunga sangat tinggi untuk pinjamannnya. Tentunya hal ini sanga memberatkan mengingat nominal bunga yang dibebankan dapat sebesar itu.
Nailul huda juga menyebutkan bahwa informasi yang berkaitan dengan biaya lauanan, asuransi dan denda tidak dijelaskan bahkan tidak disebutkan.
BACA JUGA:Hati-hati! Kasus Pinjol AdaKami Merenggut Nyawa, Akhirnya Pemerintah Kasih Solusi
Sedangkan Bhima Yudhistira selaku Direktur Eksekutif CELIOS menyatakan kalau selama ini seolah regulasi pinjaman online dibuat terlalu lunak.
"Terdapat indikasi aturan dalam industri pinjaman oniline yang tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman serta biaya layanan. Nampaknya ada yang sedang berlindung dibalik inovasi keuangan digital. Jadi persoalan tentang perlindungan konsumen di nomor duakan. Akibatnya pihak pinjol mematok bunga dan biaya layanan tergantung dari kesepakatan, tidak diatutr secara eksplisit dalam POJK," ujar Bhima Yudhistira dikutip dari Detikfinance.
Yudhistira berharap agar masalah terkait bunga pinjol dan biaya lainnya dapat diatur dan dimasukan kedalam POJK. Tujuaannya sebagai upaya perlindungan serta literasi terhadap calon debitur atau nasabah.
Beliau juga berharap kepada OJK agar melakukan perubahan pada ketentuan dalam revisi POJK yang berhubungan dengan Fintech. Atau dengan membuat POJK yang baru yang didalamnya berisikan ketentuan batas maksimal bunga pinjol yang tidak boleh melebihi dari fasilitas pinjaman KTA bank yang nominalnya hanya berkisar 10%-25%.