Implementasi Permendikbudristek PPKSP
Hadirnya Permendikbudristek PPKSP sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran yang dirasakan para orang tua mengenai maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan.
Dalam implementasi PPKSP, sekolah dan Pemerintah Daerah diamanatkan untuk membuat Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Selain juga membentuk Satuan Tugas yang bertanggungjawab memastikan adanya tindakan pencegahan dan penanganan yang mumpuni dilakukan di sekolah maupun daerah masing-masing.
Dengan adanya tindak PPKSP yang jelas, diharapkan bisa menjawab kekhawatiran masyarakat tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.
“Saya berharap Permendikbudristek ini bisa membawa perubahan besar terhadap keamanan di satuan pendidikan. Sehingga orang tua bisa tenang melepaskan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan demi masa depan yang lebih baik,” timpal Mona Ratuliu.
Kendati baru diluncurkan bulan lalu, sejatinya Permendikbudristek PPKSP telah melewati proses yang sangat panjang.
Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek melibatkan hingga 5 kementerian dan 3 lembaga untuk meluncurkan sebuah regulasi yang menyeluruh demi melindungi seluruh warga satuan pendidikan dari kekerasan.
Dibandingkan regulasi sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Harapan terhadap Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023
Permendikbudristek PPKSP ini memperkuat aturan mengenai adanya berbagai bentuk dan jenis kekerasan, perluasan perlindungan tidak hanya pada peserta didik tetapi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan.
Serta adanya mekanisme yang jelas untuk sekolah dan pemerintah daerah, sehingga masyarakat bisa ikut mengawal pelaksanaan PPKSP tersebut.
Permendikbudristek ini telah mampu membangkitkan kesadaran bagi siapapun untuk gerak bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan.
Bahwa, tidak boleh ada lagi kekerasan dalam bentuk apapun. Apalagi sampai menjadi ancaman bagi warga satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran.
“Yang perlu kita pahami bersama adalah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kebinekaan, aman, nyaman, dan menyenangkan agar terwujud cita-cita Merdeka Belajar,” kata Betty Nuraini, seorang guru yang juga juga Ketua Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).
Harapan yang sama juga terlontar dari pengakuan Agen Perubahan Roots Anti Perundungan dari SMP Negeri 1 Jayapura Cheril Hutajulu.