Mitos dan kepercayaan tentang Gunung Agung di Bali berikutnya ini terkait dengan hari-hari tertentu.
Sabtu Kliwon atau Tumpek, Rabu Wage, dan Selasa Kliwon tidak disarankan untuk mendaki. Sebab, sejak dulu masyarakat Bali percaya bahwa hari-hari tersebut adalah hari payogaan Ida Bhatara di Gunung Agung.
Selain itu, di hari-hari tertentu tersebut juga konon angin bisa berhembus sangat kencang di gunung dan suasana menjadi lebih gelap.
BACA JUGA : Mitos Gunung Slamet Meletus Bikin Warga Merinding, Antara Ramalan dan Patahan Purba
5) Pantang mengucapkan ‘puyung’
Pantangan berikutnya di Gunung Agung, pendaki tidak boleh mengucapkan kata ‘puyung’. Bagi masyarakat yang tinggal di kaki gunung, mereka memiliki sejumlah penghasilan yaitu buah belanding (buah mirip pete) yang kemudian bisa mereka jual.
Jika saat panen mereka mengucapkan ‘puyung’ bisa membuat seluruh buah tersebut isinya kosong. Puyung sendiri berarti kosong atau tidak ada isinya.
6) Tidak boleh menekan lutut
Mitos selanjutnya di Gunung Agung ini khususnya jika mendaki setelah melewati Pura Tirta Mas. Pendaki atau siapapun tidak boleh menekan lutut. Konon, jika dilanggar, nantinya tidak akan pernah bisa mencapai puncak gunung. Bahkan hal ini terbukti hingga sekarang.
7) Tidak boleh mendaki saat piodalan Pura Pasar Agung
Pantangan berikutnya di Gunung Agung ini tidak boleh melakukan aktivitas atau pendakian di gunung ketika ada piodalan di Pura Pasar Agung.
Piodalan ini merupakan upacara suci yang diperingati di Pura tersebut tiap 6 bulan sekali dan biasanya akan berlangsung selama lebih dari seminggu. Jika ada yang nekat melanggar, dipercaya bisa mengalami hal sial entah itu sakit atau hal fatal lainnya.
Demikian 7 mitos dan kepercayaan atau pantangan tentang Gunung Agung di Bali. Apakah Anda sudah pernah mendaki di gunung ini? (*)