BACA JUGA:Neraka di Candi Jago Konon Pedih, Inilah Siksa Neraka ala Jawa Kuno
2. Adanya pengaruh Tantra pada relief
Relief Tantri, Aridarma, dan Kunjarakarna bercorak Buddha. Sementara itu, relief Parthayajna, Arjunawiwaha, dan Kresnawijaya bercorak Hindu.
Jadi, dalam satu candi, terdapat dua corak keagamaan, yakni Hindu dan Buddha. Hal ini sangat umum dijumpai di candi era Singhasari hingga Majapahit, karena adanya pengaruh tantra.
BACA JUGA:Mitos Candi Jago, Konon Ada Jejak Prabu Angling Dharma, Benarkah?
3. Searah dengan Gunung Semeru yang sakral
Uniknya, semua cerita di candi ini selalu terkait dengan Gunung Semeru atau Semeru. Kunjarakarna dan Purnawijaya, misalnya, mendapat pengetahuan sejati di Gunung Semeru.
Parthayajna juga mengisahkan perjalanan Arjuna ke Gunung Indrakila, alias Gunung Semeru. Dalam Arjunawiwaha, Dewa Siwa menampakkan diri, juga di gunung itu.
Hebatnya, arah hadap pemujaan di candi ini juga lurus ke Gunung Semeru. Hubungan antara candi dan gunung tersebut diduga berkaitan dengan sejarah Raja Wisnuwardhana dari Tumapel.
Pada tahun 1254, Wisnuwardhana mengangkat putranya, Kertanegara, sebagai raja muda di Kadiri. Selang 12 tahun kemudian, Prasasti Pakis Wetan (1266) menyebut Kertanegara sebagai Sri Maharaja.
Dalam prasasti tersebut, Kertanegara menyandang rajabhiseka atau gelar sebagai raja. Sementara itu, Wisnuwardhana menyandang dewabhiseka atau gelar sebagai dewa.
Karena itu, diduga saat itu Wisnuwardhana telah turun dari tahta dan menjalani wanaprastha, yaitu meninggalkan keduniawian dan menjadi pertapa di hutan atau di gunung.
BACA JUGA:Mitologi Mahameru dan Tirta Amerta, 4 Mitos Pindahnya Himalaya ke Jawa
Negarakertagama mencatat, 4 tahun setelah terbitnya Prasasti Pakis Wetan, Wisnuwardhana meninggal dunia, diduga di Gunung Semeru. Maka, tak heran candi tempat ia didharmakan selalu terkait dengan gunung tersebut.
Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Jawa. Gunung ini diduga sebagai guguran dari badan utama Gunung suci Mahameru yang dipindah dari India ke Jawa dalam Tantu Panggelaran.
Sementara itu, puncaknya yang tersuci patah dan menjadi Pawitra atau Gunung Penanggungan. Dalam Kakawin Sutasoma dari masa Majapahit, Gunung Semeru juga disebut sebagai tempat bersemayam Dewa Siwa.